PT Timah Mengakui Kehilangan Kendali Operasional Akibat Maraknya Penambangan Ilegal Setelah Kasus Harvey Moeis Mencuat

Maraknya penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Timah Tbk (TINS) menjadi sorotan utama perusahaan. Direktur Utama PT Timah, Restu Widiyantoro, mengungkapkan bahwa aktivitas ilegal ini tidak hanya berdampak negatif pada kinerja perusahaan, tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.

Restu Widiyantoro menjelaskan bahwa penambangan ilegal ini mengakibatkan kerusakan sumber daya dan cadangan timah, ketidakjelasan asal usul bijih timah, serta perubahan lahan menjadi kritis. PT Timah sendiri saat ini mengelola WIUP seluas 288.638 hektare di darat dan 184.672 hektare di laut.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI pada hari Rabu, 14 Mei 2025, Restu Widiyantoro menyinggung kasus korupsi tata niaga timah yang melibatkan Harvey Moeis. Ia menyatakan bahwa permasalahan penambangan ilegal yang dihadapi perusahaan semakin meningkat sejak kasus tersebut terungkap.

"Kondisi yang kami hadapi saat ini sangat luar biasa, terutama sejak adanya kasus Harvey Moeis dan kawan-kawan. Hampir seluruh operasional perusahaan dikendalikan bukan oleh PT Timah secara langsung. Kami mengakui hal ini dan merasa memiliki kewajiban untuk mengatasi masalah ini," ujarnya.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah penambangan ilegal, termasuk tindakan penertiban dan penenggelaman kapal-kapal pengangkut timah ilegal. Namun, alih-alih berkurang, aktivitas penambangan ilegal justru semakin meningkat. "Kami telah melakukan penenggelaman kapal-kapal ponton ilegal, tetapi jumlahnya tidak berkurang, malah bertambah," ungkapnya.

Restu Widiyantoro menambahkan bahwa sebagian besar pelaku penambangan di WIUP PT Timah dapat dikategorikan sebagai ilegal, meskipun mereka adalah masyarakat sekitar di kawasan PT Timah. Terkait hal ini, Restu Widiyantoro meminta dukungan dari Komisi VI DPR RI untuk pembentukan regulasi yang dapat menekan aktivitas penambangan ilegal. Salah satu regulasi yang diusulkan adalah kewajiban bagi semua hasil produk dari WIUP PT Timah untuk dikumpulkan ke perusahaan.

"Kami memohon dukungan dari Komisi VI untuk membuat regulasi yang mengatur agar semua produk PT Timah dan produk lain yang bekerja di WIUP PT Timah wajib dikumpulkan di PT Timah. Pada dasarnya, mereka menambang di WIUP kami, tetapi hasil tambangnya tidak diberikan kepada kami," jelasnya.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, menyatakan bahwa Komisi VI siap memberikan dukungan politik. Ia menilai bahwa situasi yang terjadi saat ini sama halnya dengan tuan rumah yang membiarkan perampok mencuri di rumahnya sendiri.

"Yang perlu Bapak ketahui, Bapak ini sebenarnya dirampok di rumah sendiri, tetapi Bapak diam saja, atau Bapak tidak bisa berbuat apa-apa. Orang menambang di WIUP Bapak, di depan mata Bapak sendiri. Ini sama saja dengan membiarkan pencuri masuk ke rumah Bapak," tutup Nurdin Halid.