Eks Anggota Polresta Palangka Raya Dituntut Seumur Hidup Atas Kasus Penembakan dan Narkoba

Pengadilan Negeri Palangka Raya menjadi saksi bisu pembacaan tuntutan terhadap Brigadir Anton Kurniawan Stiyanto (AKS), mantan anggota Satuan Samapta Bhayangkara Polresta Palangka Raya, atas keterlibatannya dalam kasus penembakan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang serta penyalahgunaan narkotika. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dengan hukuman penjara seumur hidup.

Sidang yang digelar pada Rabu (14/5/2025) tersebut mengungkap fakta-fakta yang memberatkan Brigadir Anton. Jaksa Dwinanto Agung Wibowo menjelaskan bahwa tuntutan seumur hidup ini didasarkan pada analisis hukum yang mendalam serta pertimbangan matang dari tim kejaksaan. Pasal yang dikenakan kepada Brigadir Anton adalah Pasal 365 Ayat 4 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan kematian dan Pasal 181 Jo 55 Ayat 1 KUHP tentang menghilangkan mayat untuk menyembunyikan kematian atau kelahirannya.

Terdakwa lain dalam kasus ini, Muhammad Haryono (MH), juga dijerat dengan pasal yang sama, namun hanya dituntut 15 tahun penjara karena berstatus sebagai saksi yang dilindungi. Hal ini menjadi perbedaan signifikan dalam tuntutan yang diberikan.

Kuasa hukum Brigadir Anton, Suriansyah Halim, menyatakan keberatannya atas tuntutan seumur hidup tersebut. Menurutnya, penembakan yang dilakukan kliennya terjadi secara spontan tanpa perencanaan sebelumnya. Ia berpendapat bahwa Pasal 365 KUHP tidak tepat diterapkan dalam kasus ini, meskipun ia mengakui adanya penembakan yang menyebabkan kematian yang lebih sesuai dengan Pasal 338 KUHP. Pihaknya berencana mengajukan pledoi atau nota pembelaan pada Jumat (16/5/2025) pukul 15.00 WIB. Dalam pledoi tersebut, mereka akan menyampaikan alasan-alasan yang dapat meringankan hukuman Brigadir Anton. Salah satu poin yang akan ditekankan adalah kondisi Brigadir Anton yang saat kejadian berada di bawah pengaruh narkoba. Pembelaan akan difokuskan pada upaya menghindari hukuman seumur hidup, mengingat kejadian tersebut dinilai spontan dan tanpa perencanaan matang.

Persidangan ini menjadi sorotan publik, mengingat profesi terdakwa sebagai aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat. Kasus ini juga menjadi pengingat akan bahaya penyalahgunaan narkotika dan dampaknya terhadap perilaku serta tindakan seseorang.