Krisis Gizi di Gaza Memburuk Akibat Pembatasan Bantuan, WHO Beri Peringatan Keras

Kondisi kemanusiaan di Gaza terus memburuk, dengan laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti peningkatan dramatis dalam kasus kekurangan gizi, terutama di kalangan anak-anak. Krisis ini diperparah oleh pembatasan ketat terhadap masuknya bantuan kemanusiaan, yang telah berlangsung sejak awal Maret 2025.

Menurut WHO, cadangan perawatan darurat untuk mengatasi kekurangan gizi hampir habis, dan dampak jangka panjang dari kelaparan dapat menghancurkan satu generasi. Lebih dari setengah juta penduduk Gaza menghadapi kelaparan, sebuah angka yang mencerminkan skala krisis yang mengerikan ini.

Rik Peeperkorn, Perwakilan WHO untuk Wilayah Palestina, menggambarkan pemandangan memilukan di rumah sakit Gaza utara, di mana anak-anak yang menderita kekurangan gizi akut terlihat jauh lebih muda dari usia mereka sebenarnya. Lebih dari 20 persen anak-anak yang diperiksa di wilayah tersebut didiagnosis menderita kekurangan gizi akut.

"Kami menyaksikan tren peningkatan kekurangan gizi akut secara umum," kata Peeperkorn, menggambarkan seorang anak berusia lima tahun yang tampak seperti berusia dua setengah tahun. Ia menekankan bahwa tanpa pasokan makanan bergizi yang memadai, air bersih, dan akses ke layanan kesehatan, seluruh generasi berisiko mengalami dampak permanen.

Kelaparan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik dan gangguan perkembangan kognitif, dengan konsekuensi jangka panjang bagi masa depan anak-anak Gaza.

Philippe Lazzarini, kepala badan pengungsi Palestina PBB, menuduh Israel menggunakan makanan dan bantuan sebagai senjata perang, sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh Israel. Israel mengklaim bahwa Hamas bertanggung jawab atas kelaparan dengan mencuri bantuan yang seharusnya diberikan kepada warga sipil, tuduhan yang juga dibantah oleh Hamas.

Israel sedang mengupayakan rencana yang didukung Amerika Serikat untuk memasukkan bantuan ke Gaza melalui lokasi distribusi yang dikelola langsung oleh Israel. Namun, WHO mengkritik rencana ini, menyebutnya "sangat tidak memadai" untuk memenuhi kebutuhan mendesak penduduk Gaza.

"Karena blokade, WHO hanya memiliki cukup stok untuk merawat 500 anak dengan malnutrisi akut, yang hanya sebagian kecil dari apa yang dibutuhkan," kata Peeperkorn. Ia menambahkan bahwa 55 anak telah meninggal karena kekurangan gizi akut, menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza.

Peeperkorn menjelaskan bahwa banyak anak di rumah sakit menderita penyakit seperti gastroenteritis dan pneumonia, akibat kekebalan tubuh mereka yang melemah akibat kelaparan. Kondisi ini dapat berakibat fatal, karena orang biasanya tidak meninggal langsung karena kelaparan, tetapi karena penyakit yang terkait dengannya.

Krisis gizi di Gaza merupakan konsekuensi langsung dari pembatasan bantuan kemanusiaan dan konflik yang berkepanjangan. Situasi ini memerlukan tindakan segera dari komunitas internasional untuk memastikan pasokan makanan, air bersih, dan layanan kesehatan yang memadai bagi penduduk Gaza, terutama anak-anak yang paling rentan.