Mahkamah Agung Klarifikasi Rotasi Hakim Eko Aryanto ke Papua Barat, Bantah Terkait Vonis Harvey Moeis
Mahkamah Agung (MA) memberikan klarifikasi terkait promosi dan mutasi Hakim Eko Aryanto dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Papua Barat. Lembaga peradilan tertinggi itu menegaskan bahwa perpindahan tugas tersebut tidak memiliki korelasi dengan penanganan perkara korupsi tata niaga komoditas timah yang melibatkan nama Harvey Moeis.
Kepala Biro Humas dan Hukum MA, Sobandi, menjelaskan bahwa promosi Eko Aryanto merupakan bagian dari rotasi rutin yang melibatkan sejumlah hakim di wilayah Jakarta. Keputusan promosi ini, lanjut Sobandi, telah melalui proses eksaminasi yang ketat dan disetujui dalam rapat pimpinan (rapim) MA pada tanggal 9 Mei 2025. Badan Pengawasan MA juga dilibatkan dalam proses tersebut dan tidak menemukan adanya pelanggaran etika atau pedoman perilaku hakim yang dilakukan oleh Eko Aryanto.
"Mutasi ini murni karena yang bersangkutan telah memenuhi syarat dan lulus eksaminasi untuk menjadi hakim tinggi," tegas Sobandi, Rabu (14/5/2025). "Tidak ada kaitannya sama sekali dengan putusan yang telah diambil dalam perkara atas nama Harvey Moeis."
Lebih lanjut, Sobandi menambahkan bahwa salah satu alasan lain promosi hakim dari Jakarta ke wilayah timur Indonesia adalah karena adanya kekurangan hakim tinggi di wilayah tersebut, termasuk di Pengadilan Tinggi Papua Barat. Dengan demikian, promosi ini diharapkan dapat mengatasi masalah kekurangan sumber daya hakim di wilayah tersebut dan meningkatkan efektivitas penegakan hukum.
Nama Hakim Eko Aryanto menjadi sorotan publik setelah memimpin majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis. Dalam putusannya, Eko menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada suami Sandra Dewi tersebut, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman 12 tahun penjara. Selain hukuman penjara, Harvey Moeis juga didenda sebesar Rp 1 miliar dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Dalam kasus korupsi timah ini, Harvey Moeis dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan menerima dana sebesar Rp 420 miliar dari hasil korupsi. Kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan mencapai Rp 300 triliun.