DPR Soroti Status Kolegium Kedokteran Pasca-UU Kesehatan: Bukan Lagi Ranah Organisasi Profesi

Pergeseran Peran Kolegium Kedokteran dalam Sistem Kesehatan Nasional

Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menyoroti perubahan signifikan dalam kedudukan kolegium kedokteran pasca pengesahan Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Dalam rapat kerja dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di Gedung DPR RI, Edy menegaskan bahwa kolegium kini berada di bawah naungan negara, berbeda dengan sebelumnya yang berada di bawah organisasi profesi.

Edy Wuryanto menjelaskan bahwa perubahan ini didasari oleh peran strategis kolegium dalam menentukan standar pendidikan dan kompetensi tenaga kesehatan, termasuk pendidikan profesi dan spesialis. Dalam struktur penataan sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang baru, kolegium menjadi bagian dari konsil, sebuah instrumen negara yang melibatkan majelis disiplin, pemerintah, dan institusi pendidikan. Status baru ini, menurut Edy, menempatkan kolegium sejajar dengan praktik yang umum diterapkan di negara lain.

Politikus PDI-P itu menjelaskan, dahulu kolegium berada di bawah organisasi profesi. Namun karena peran kolegium begitu besar, maka posisinya dinaikkan di bawah negara, bukan di bawah pemerintah. Ia juga mengakui bahwa transisi status kolegium dari organisasi profesi ke dalam konsil tidak berjalan mulus, sehingga pentingnya komunikasi yang baik antara organisasi profesi dan Menteri Kesehatan untuk memastikan anggota kolegium diisi oleh para profesor dan ahli yang menguasai bidang keilmuannya masing-masing.

Tantangan Transisi dan Perlunya Komunikasi Intensif

Edy mengakui bahwa transisi status kolegium dari organisasi profesi ke konsil tidak berjalan tanpa hambatan. Beberapa pihak merasa bahwa proses pemilihan anggota kolegium kurang representatif dan independensi kolegium terancam karena intervensi Kementerian Kesehatan. Kekhawatiran ini, menurut Edy, perlu diatasi melalui komunikasi yang baik antara semua pihak terkait, termasuk organisasi profesi dan Kementerian Kesehatan.

Edy mengingatkan agar seluruh jajaran organisasi profesi dan Menteri Kesehatan untuk selalu berkomunikasi dengan baik, khususnya terkait dengan persoalan kolegium, serta untuk memastikan anggota kolegium diisi oleh para profesor dan ahli yang menguasai bidang keilmuannya masing-masing. Ia juga menekankan perlunya pemahaman yang sama mengenai kedudukan kolegium yang baru sesuai dengan UU Kesehatan. Ia juga menyinggung anggapan bahwa kolegium dianggap tidak mengakomodasi kepentingan orang-orang yang ada di Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Oleh karena itu, Edy mengingatkan seluruh jajaran organisasi profesi dan Menteri Kesehatan untuk selalu berkomunikasi dengan baik, khususnya terkait dengan persoalan kolegium. Edy juga mengingatkan seluruh pihak untuk berpegang pada regulasi yang ada dan menyamakan persepsi agar tidak timbul masalah di kemudian hari. Sebab, menurutnya kolegium tidak di bawah lagi organisasi profesi.

Isu kolegium ini mencuat setelah sejumlah dokter anak dimutasi oleh Kemenkes. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso, menyebut mutasi tersebut adalah bentuk hukuman karena IDAI menolak pengambilalihan kolegium oleh Kemenkes. Sementara itu, Staf Khusus Menteri Bidang Dukungan Strategis Organisasi Kementerian Kesehatan, Rendi Witular, menuturkan bahwa dahulunya kolegium memang dipegang oleh organisasi profesi yang dikuasai elite-elite tertentu. Namun UU Kesehatan mengatur bahwa kolegium dipegang oleh Kemenkes karena mengatur standar pelayanan yang menyangkut hajat hidup masyarakat.

Sebagai informasi, kolegium dalam konteks UU Kesehatan mengatur tentang standar pelayanan, kurikulum, dan hal-hal lain terkait cabang ilmu kesehatan. Kolegium juga menetapkan standar pemenuhan satuan kredit profesi untuk tenaga medis dan kesehatan, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan.

  • UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023
  • Kolegium Kedokteran
  • Komisi IX DPR RI
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
  • Standar Pendidikan dan Kompetensi Tenaga Kesehatan