Dedi Mulyadi Tanggapi Santai Laporan ke Komnas HAM Terkait Program Pelatihan Bela Negara
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan tanggapan atas laporan yang dilayangkan oleh seorang wali murid asal Babelan, Kabupaten Bekasi, ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait program pelatihan bela negara yang melibatkan anak-anak dengan permasalahan perilaku. Dedi menegaskan bahwa program ini bukan merupakan inisiatif paksaan dari pemerintah, melainkan sebuah respons terhadap permintaan yang diajukan langsung oleh para orang tua yang menghadapi kesulitan dalam menangani anak-anak mereka di rumah.
"Seharusnya yang melaporkan itu adalah orang tua yang anaknya mengikuti pelatihan bela negara," ujar Dedi usai melakukan kunjungan ke SMAN 2 Purwakarta, Jawa Barat. Ia menambahkan bahwa anak-anak yang dikirim ke pusat pelatihan tersebut adalah atas dasar keinginan dan persetujuan dari orang tua mereka.
Menurut Dedi, laporan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat, karena pihak yang seharusnya merasa dirugikan justru tidak mengajukan keluhan apapun. Ia menjelaskan bahwa orang tua yang menyerahkan anak-anak mereka ke program tersebut telah menyadari kondisi keluarga dan mengharapkan adanya perubahan karakter pada anak-anak mereka melalui pendekatan kedisiplinan yang diterapkan dalam pelatihan bela negara. "Saya diserahkan oleh orang tuanya karena mereka merasa tidak sanggup menangani anak-anak mereka di rumah," ungkap Dedi.
Dedi juga menanggapi perdebatan yang muncul di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terkait program ini. Ia menganggapnya sebagai bentuk perhatian yang berlebihan terhadap dirinya. "Mereka itu terlalu sayang sama saya, sehingga saya tidak boleh melakukan kesalahan," katanya sambil tersenyum.
Ia mengibaratkan situasi ini seperti dalam permainan sepak bola, di mana larangan untuk melakukan kesalahan justru dapat menghambat jalannya permainan. "Jika seorang pelatih terus-menerus mengingatkan pemainnya untuk tidak melakukan kesalahan, maka mereka tidak akan berani menyerang. Dalam permainan yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, pelanggaran pasti akan terjadi," jelas Dedi.
Lebih lanjut, Dedi menegaskan bahwa keberanian untuk mengambil tindakan lebih penting daripada hanya diam tanpa melakukan apapun. "Bagi saya, lebih baik melakukan kesalahan dalam bertindak daripada tidak bertindak sama sekali. Apalagi dalam kasus ini, saya tidak melihat adanya kesalahan. Kesalahan apa yang telah saya lakukan?" tegasnya.
Sebelumnya, seorang wali murid bernama Adhel Setiawan, yang berasal dari Babelan, Kabupaten Bekasi, melaporkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke Komnas HAM terkait program pengiriman siswa ke barak militer. Pelaporan ini dilakukan bersama dengan kuasa hukumnya, Rezekinta Sofrizal.
Adhel menjelaskan bahwa pelaporan tersebut merupakan bentuk protes terhadap kebijakan Dedi Mulyadi yang menempatkan anak-anak bermasalah di lingkungan militer. Menurutnya, kebijakan tersebut melanggar hak asasi anak, karena anak-anak, meskipun memiliki perilaku yang kurang baik, seharusnya dibimbing oleh orang tua, guru, dan pemerintah, bukan oleh aparat militer. Ia juga menilai bahwa kebijakan pengiriman siswa nakal ke barak militer merupakan tindakan yang putus asa. "Tidak ada jaminan bahwa dengan dimasukkan ke barak, perilaku anak akan menjadi lebih baik," tegas Adhel.
Adhel juga mempertanyakan metode pendidikan yang diterapkan selama siswa mengikuti program barak militer. Ia menilai bahwa metode pelatihan yang dijalankan tidak transparan. "Metode pelatihannya seperti apa? Siapa yang memberikan pelatihan? Kita tidak tahu. Semuanya gelap," ucapnya.
Poin-poin yang dipertanyakan Adhel Setiawan:
- Metode pelatihan yang tidak transparan.
- Tidak ada jaminan perubahan perilaku anak.
- Pelanggaran HAM karena anak ditempatkan di lingkungan militer.