Desakan Pembentukan Tim Independen Menguat Pasca-Ledakan Amunisi di Garut yang Merenggut Nyawa Belasan Orang
Tragedi ledakan amunisi milik TNI AD di Garut, Jawa Barat, yang mengakibatkan 13 orang meninggal dunia, terus menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Sebuah koalisi masyarakat sipil yang berfokus pada reformasi sektor keamanan, dengan tegas mendesak pembentukan tim independen pencari fakta. Langkah ini dinilai krusial untuk mengungkap secara transparan dan akuntabel penyebab serta pihak yang bertanggung jawab atas insiden mematikan tersebut.
Koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi non-pemerintah ini menekankan bahwa ledakan amunisi tersebut merupakan tragedi serius yang melanggar hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Mereka berpendapat bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi warganya dan kegagalan dalam mengusut tuntas kasus ini sama saja dengan mengabaikan tanggung jawab tersebut.
Desakan serupa juga ditujukan kepada Komisi I DPR RI untuk segera membentuk tim pencari fakta. Kehadiran tim independen ini diharapkan dapat memberikan kejelasan kepada keluarga korban mengenai kronologi kejadian dan memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan senjata serta amunisi di lingkungan militer. Tanpa pengawasan yang ketat dan evaluasi yang komprehensif dari DPR, koalisi khawatir kejadian serupa dapat terulang kembali di masa depan.
Koalisi juga mengkritik pernyataan yang dikeluarkan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI terkait dugaan keterlibatan warga sipil di lokasi kejadian. Pernyataan yang menyebutkan bahwa warga sipil berada di lokasi untuk mengambil logam bekas ledakan amunisi dinilai prematur dan tidak sensitif terhadap perasaan keluarga korban yang sedang berduka. Keluarga dan kerabat korban juga membantah klaim tersebut dan menyatakan bahwa para korban adalah pekerja harian yang membantu proses pemusnahan amunisi atas kerjasama dengan pihak TNI.
Salah seorang aparat desa setempat juga membantah pernyataan Kapuspen TNI tersebut dan menegaskan bahwa warganya selama ini dipercaya oleh TNI untuk membantu proses pemusnahan amunisi, mulai dari penggalian lubang hingga pemilahan dan penyusunan amunisi. Oleh karena itu, koalisi menekankan pentingnya investigasi yang dilakukan oleh lembaga independen di luar struktur militer untuk menjaga integritas dan menghindari potensi impunitas.
Koalisi juga mendesak Komnas HAM untuk proaktif melakukan penyelidikan atas kasus ini. Keterlibatan Komnas HAM dinilai penting untuk mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi dan memberikan rekomendasi perbaikan ke depan. Negara tidak boleh menganggap remeh kematian yang disebabkan oleh kelalaian dalam implementasi kebijakan yang berisiko tinggi.
Selain itu, koalisi menyoroti pentingnya penerapan standar internasional dalam proses pemusnahan amunisi. Mengacu pada International Mine Action Standards (IMAS), setiap proses peledakan harus dilakukan dengan keahlian khusus, tingkat keamanan yang tinggi, dan area steril dari akses sipil.
Ledakan amunisi tersebut terjadi di lahan milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut. Amunisi yang diledakkan merupakan amunisi tidak laik pakai yang dimusnahkan oleh personel Gupusmu III Pusat Peralatan TNI AD. Meskipun tim investigasi TNI AD sedang melakukan penyelidikan internal, desakan untuk membentuk tim investigasi eksternal semakin menguat mengingat banyaknya korban sipil yang berjatuhan.
Koalisi Masyarakat Sipil yang menyampaikan pernyataan ini terdiri dari berbagai organisasi, antara lain Imparsial, YLBHI, KontraS, Amnesty International Indonesia, LBH Jakarta, ICJR, WALHI, dan AJI Jakarta.
Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan:
- Desakan pembentukan tim independen pencari fakta.
- Pentingnya pengusutan yang transparan dan akuntabel.
- Kritik terhadap pernyataan Kapuspen TNI.
- Bantahan keluarga korban terkait klaim sebagai pemulung.
- Desakan keterlibatan Komnas HAM.
- Pentingnya standar internasional dalam pemusnahan amunisi.