Industri Minuman Ringan Tertekan: Penurunan Daya Beli Kelas Menengah Jadi Sorotan Utama
Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) mengemukakan adanya penurunan kinerja yang signifikan dalam sektor minuman ringan. Pelemahan ini dipicu oleh berbagai faktor kompleks, di mana salah satu yang paling menonjol adalah berkurangnya jumlah masyarakat yang tergolong dalam kelompok kelas menengah.
Ketua ASRIM, Triyono Prijosoesilo, mengungkapkan bahwa industri minuman ringan mengalami kontraksi sebesar 1,3% pada kuartal pertama tahun 2025. Fenomena ini menjadi perhatian serius mengingat periode tersebut bertepatan dengan perayaan Lebaran, yang biasanya menjadi momen peningkatan konsumsi. Triyono menjelaskan bahwa meskipun periode Lebaran tahun ini relatif mirip dengan tahun sebelumnya, data penjualan tidak menunjukkan peningkatan yang diharapkan.
Triyono juga menyoroti bahwa industri minuman ringan sangat rentan terhadap berbagai tekanan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sebagai contoh, ia mengungkit dampak kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Trump pada tahun 2017, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok pada periode yang sama. Selain itu, pandemi COVID-19 pada tahun 2019 juga memberikan pukulan telak bagi pertumbuhan industri ini.
Pada tahun 2022, industri sempat mengalami pemulihan yang signifikan pasca-pandemi, dengan pertumbuhan mencapai sekitar 21%. Namun, euforia ini tidak berlangsung lama karena berbagai faktor lain mulai bermunculan, termasuk invasi Rusia ke Ukraina yang mengganggu rantai pasokan global. Triyono menekankan bahwa tekanan utama yang dihadapi oleh industri minuman ringan saat ini adalah penurunan jumlah konsumen kelas menengah.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok kelas menengah dan mereka yang berpotensi menjadi kelas menengah mencakup 66,6% dari total populasi Indonesia, dengan kontribusi konsumsi mencapai 81,49% dari total pengeluaran masyarakat. Namun, dalam rentang waktu antara 2019 hingga 2024, terjadi penurunan jumlah kelas menengah yang cukup signifikan, mencapai sekitar 9,5 juta orang. Hal ini berdampak besar pada kinerja industri minuman siap saji dan minuman non-alkohol, karena produk-produk tersebut bukanlah kebutuhan primer.
Triyono menjelaskan bahwa dalam situasi ekonomi yang menantang, konsumen cenderung lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka dan memprioritaskan produk-produk yang dianggap paling penting. Penurunan kelas menengah menjadi faktor utama yang mempengaruhi kinerja industri minuman ringan.
Selain itu, terdapat sejumlah faktor internal lain yang turut berkontribusi terhadap pelemahan industri ini, termasuk kenaikan harga pangan, stagnasi upah riil, penurunan indeks keyakinan konsumen, serta situasi perdagangan internasional yang tidak menentu.
Berikut faktor-faktor yang memengaruhi industri minuman ringan :
- Penurunan kelas menengah : Berkurangnya jumlah masyarakat yang tergolong dalam kelompok kelas menengah.
- Kenaikan harga pangan : Harga bahan baku makanan dan minuman yang semakin mahal.
- Stagnasi upah riil : Daya beli masyarakat yang tidak meningkat seiring dengan inflasi.
- Penurunan indeks keyakinan konsumen : Pesimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi.
- Situasi perdagangan internasional : Ketidakpastian ekonomi global yang berdampak pada impor dan ekspor.