Apindo Soroti Kesenjangan Keterampilan dan Lapangan Kerja Picu Persaingan Tidak Sehat di Pasar Tenaga Kerja
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti sejumlah tantangan signifikan dalam pasar tenaga kerja Indonesia. Isu-isu seperti pembatasan usia pelamar, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), dan tekanan pada upah pekerja, dinilai berakar pada ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dan ketersediaan lapangan kerja yang memadai.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menjelaskan bahwa praktik pembatasan usia oleh perusahaan seringkali merupakan respons pragmatis terhadap volume lamaran kerja yang sangat tinggi. Dalam kondisi di mana jumlah pelamar jauh melebihi posisi yang tersedia, perusahaan menggunakan batasan usia sebagai salah satu kriteria penyaringan awal untuk mengefisienkan proses rekrutmen.
"Ada jenis pekerjaan tertentu yang menuntut kondisi fisik prima dan ketangkasan. Namun, seringkali, jumlah pelamar membludak. Jika ada 10 lowongan, bisa ada 1.000 pelamar. Apakah perusahaan harus menguji seribu orang? Tentu ada biaya yang terlibat. Jadi, pembatasan usia menjadi cara untuk melakukan screening," ungkap Bob Azam.
Untuk mengatasi masalah ini, Apindo menekankan perlunya peningkatan signifikan dalam penciptaan lapangan kerja. Selain itu, peningkatan keterampilan pekerja juga menjadi prioritas. Banyak pekerja yang telah lama berkecimpung di bidang yang sama tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan mereka.
Peningkatan keterampilan dapat membuka peluang bagi pekerja untuk mendapatkan upah yang lebih baik atau promosi jabatan, sehingga meningkatkan kesejahteraan mereka. "Ke depan, perlu dipikirkan program peningkatan keterampilan (reskilling) bagi pekerja yang telah lama bekerja. Pemerintah perlu mengalokasikan dana untuk reskilling agar pekerja memperoleh keterampilan yang lebih baik dan mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi," lanjutnya.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa, menambahkan bahwa tingginya jumlah pekerja di Indonesia juga mempengaruhi tingkat upah. Pada era 1990-an, pekerja cenderung mendapatkan upah di atas upah minimum karena permintaan tenaga kerja yang tinggi. Perusahaan harus menawarkan upah yang kompetitif untuk menarik pekerja.
Namun, situasi saat ini berbeda. Banyak pekerja bersaing untuk mendapatkan pekerjaan, bahkan bersedia menerima upah di bawah upah minimum. "Saat ini, pekerja bahkan rela memberikan uang suap agar bisa mendapatkan pekerjaan. Jadi, fokus utama kita harus pada penciptaan lapangan kerja (job creation)," tegas Jemmy Kartiwa.
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyoroti bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak lapangan kerja baru untuk mengatasi tren PHK yang terus meningkat. Jumlah lapangan kerja yang tersedia saat ini tidak sebanding dengan jumlah PHK yang terjadi. Data menunjukkan bahwa dari 1 Januari hingga 10 Maret 2025, terjadi PHK terhadap 73.992 pekerja.
Shinta Widjaja Kamdani memperkirakan bahwa Indonesia membutuhkan sekitar 3 juta hingga 4 juta lapangan kerja baru setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. "Meskipun ada investasi baru yang menciptakan lapangan kerja, jumlahnya belum memadai untuk mengatasi kondisi yang ada. Data menunjukkan peningkatan PHK yang signifikan dan tren ini belum berhenti," pungkas Shinta.