Kedok Pengobatan Alternatif: Pencabulan Terselubung di Bekasi Terungkap
Praktik Pengobatan Alternatif di Bekasi Terindikasi Jadi Ajang Pencabulan
Pemerintah Kota Bekasi mengambil tindakan tegas dengan menyegel sebuah tempat praktik pengobatan alternatif di kawasan Pondok Melati. Penyegelan ini dilakukan setelah muncul dugaan kuat bahwa pemilik tempat tersebut, yang dikenal dengan inisial M, telah melakukan tindakan pencabulan terhadap sejumlah pasiennya.
Ironisnya, kegiatan yang telah berlangsung sejak tahun 2011 ini berhasil menutupi praktik menyimpangnya dengan kedok pengajian rutin yang diadakan setiap malam Jumat. Ketua RT setempat, Gunam, mengungkapkan bahwa tempat tersebut memang sering digunakan untuk pengajian yang berlangsung dari tengah malam hingga menjelang subuh. Aktivitas keagamaan ini membuat warga sekitar tidak menaruh curiga terhadap kegiatan yang sebenarnya terjadi di dalamnya.
Modus Operandi: Air Doa dan Pengajian untuk Menutupi Kejahatan
Praktik pengobatan alternatif yang dijalankan oleh M menawarkan berbagai layanan berbasis spiritual, termasuk penggunaan air doa sebagai media penyembuhan. Layanan ini ditujukan bagi pasien yang mengalami masalah non-medis. Namun, di balik praktik tersebut, sejumlah wanita menjadi korban pelecehan seksual. Salah seorang korban, dengan inisial R (25), mengungkapkan bahwa ia mengalami pelecehan saat mencari pengobatan pada tahun 2018.
"Saya merasa ada gangguan gaib saat itu, tetapi dia (pelaku) malah melakukan hal yang tidak senonoh. Tangannya menyentuh bagian tubuh saya," ujar R.
Korban lain mengungkapkan bahwa M menggunakan modus operandi yang sama, yaitu memanfaatkan kondisi pasien yang sedang lemah dan membutuhkan pertolongan untuk melakukan tindakan pencabulan. Pengajian rutin yang diadakan setiap malam Jumat juga menjadi kamuflase untuk menutupi kegiatan ilegal ini.
Korban Trauma dan Upaya Penegakan Hukum
R mengaku bahwa saat kejadian, ia masih dalam keadaan trauma dan tidak berani melawan atau menceritakan kejadian tersebut kepada keluarganya. Ketakutan menjadi alasan utama mengapa ia memilih untuk diam. Baru pada tahun 2023, R memberanikan diri untuk melaporkan kasus tersebut ke Komnas Perempuan bersama dengan rekannya. Namun, laporan tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan karena dianggap sudah terlalu lama sejak kejadian.
"Mereka bilang kasusnya sudah terlalu lama karena kejadiannya tahun 2018, sedangkan saya baru melapor tahun 2023," kata R.
R mengungkapkan bahwa ada lebih dari sepuluh korban lain yang mengalami pelecehan serupa, namun sebagian besar dari mereka enggan untuk berbicara atau tampil ke publik karena berbagai alasan.
Proses Hukum Berjalan, Pemkot Bekasi Berkomitmen Mengawal Kasus
Saat ini, proses hukum terhadap M sedang berjalan. Pemerintah Kota Bekasi menyatakan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini dan mendorong korban lainnya untuk melaporkan kejadian yang mereka alami guna memastikan keadilan dapat ditegakkan. Pemkot Bekasi juga mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dan waspada terhadap praktik pengobatan alternatif yang mencurigakan.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk lebih selektif dalam memilih tempat pengobatan alternatif dan tidak mudah percaya pada iming-iming kesembuhan yang tidak rasional. Selain itu, penting juga untuk memiliki keberanian untuk melaporkan segala bentuk tindak kekerasan atau pelecehan seksual kepada pihak yang berwajib agar pelaku dapat segera ditindak dan tidak ada lagi korban yang berjatuhan.