Gelombang PHK Meningkat: Lebih dari 73.000 Pekerja Kehilangan Pekerjaan, Ini Kata Pengusaha
Gelombang PHK Mengkhawatirkan di Awal Tahun, Tekanan Ekonomi Jadi Sorotan
Jakarta – Pasar tenaga kerja Indonesia diwarnai dengan tren yang kurang menggembirakan di awal tahun ini. Data terbaru menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha dan pekerja.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh BPJS Ketenagakerjaan, tercatat sebanyak 73.992 pekerja telah kehilangan status kepesertaannya akibat PHK dalam periode 1 Januari hingga 10 Maret 2025. Angka ini mengindikasikan adanya tekanan ekonomi yang serius bagi perusahaan-perusahaan di berbagai sektor.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menyoroti bahwa lonjakan angka PHK ini mencerminkan tantangan berat yang dihadapi oleh dunia usaha saat ini. Kondisi ini, menurutnya, memerlukan perhatian serius dan langkah-langkah strategis untuk mengatasi dampak negatifnya.
"Peningkatan yang sangat signifikan ini tidak boleh diabaikan. Inilah mengapa revitalisasi industri padat karya menjadi krusial. PHK menjadi perhatian utama yang sangat mengkhawatirkan," ujar Shinta dalam sebuah forum diskusi di Jakarta.
Lebih lanjut, survei yang dilakukan oleh Apindo mengungkapkan beberapa faktor utama yang mendorong perusahaan melakukan PHK, antara lain:
- Penurunan Permintaan: Lebih dari separuh responden (69,4%) menyatakan bahwa penurunan permintaan pasar menjadi alasan utama pengambilan keputusan PHK.
- Kenaikan Biaya Produksi: Hampir separuh responden (43,3%) mengindikasikan bahwa kenaikan biaya produksi, termasuk bahan baku dan energi, turut memicu PHK.
- Perubahan Regulasi Ketenagakerjaan: Sejumlah responden (33,2%) menyebutkan perubahan regulasi ketenagakerjaan, seperti kenaikan upah minimum, sebagai faktor yang memengaruhi keputusan PHK.
- Tekanan Produk Impor: Sebagian responden (21,4%) mengungkapkan bahwa tekanan dari produk impor yang lebih murah turut memaksa mereka melakukan efisiensi melalui PHK.
- Faktor Teknologi: Sementara itu, sebagian kecil responden (20,9%) beralasan bahwa otomatisasi dan adopsi teknologi baru mengurangi kebutuhan tenaga kerja.
Survei tersebut juga mencatat bahwa mayoritas pengusaha (67,1%) belum berencana melakukan investasi baru dalam setahun ke depan. Hal ini menjadi perhatian karena investasi baru sangat penting untuk menciptakan lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja yang terkena PHK.
"Kita membutuhkan 3-4 juta pekerjaan baru setiap tahunnya. Di sisi lain, kita juga banyak pekerjaan-pekerjaan baru melalui investasi yang masuk. Namun kita mesti menyadari bahwa di luar daripada PHK kita juga harus menyiapkan 3-4 juta pekerjaan baru setiap tahunnya," jelas Shinta.
Kondisi ini menyoroti perlunya langkah-langkah komprehensif untuk mendukung dunia usaha dan menciptakan iklim investasi yang kondusif. Pemerintah dan para pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk mengatasi tantangan ini dan meminimalisir dampak negatif PHK terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.