Tragedi Ledakan Gudang Amunisi di Garut: Pengakuan Pekerja Harian tentang Upah dan Risiko
Dampak Ledakan di Garut: Terungkapnya Kondisi Kerja Buruh Harian
Tragedi ledakan di gudang amunisi Desa Sagara, Cibalong, Garut, yang menewaskan 13 jiwa, membuka tabir mengenai kondisi kerja para buruh harian di lokasi tersebut. Agus Setiawan, seorang warga setempat yang bekerja sebagai buruh pembuka selongsong amunisi, mengungkapkan pengalamannya kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, di RSUD Pameungpeuk Garut, Selasa (13/5/2025).
Agus mengaku telah lama bekerja di area tersebut, khususnya saat proses pemusnahan amunisi kedaluwarsa. Tugas utamanya adalah membuka selongsong peluru dari amunisi yang dinyatakan tidak layak pakai. Pekerjaan ini ia lakukan dengan upah harian sebesar Rp 150 ribu.
"(Buruh) Buka selongsong," ungkap Agus kepada Dedi, menggambarkan tugas hariannya. Ia menjelaskan bahwa pekerjaan ini bersifat temporer, tergantung pada kedatangan pasokan amunisi yang akan dimusnahkan. "Kerja paling 12 hari beres. Datang lagi barang, ikut lagi kerja," lanjutnya.
Selain Agus, terdapat juga koordinator lapangan yang menerima upah lebih tinggi, yaitu Rp 200 ribu per hari. Kondisi ini menunjukkan adanya perbedaan upah berdasarkan posisi atau tanggung jawab dalam pekerjaan tersebut.
Lebih lanjut, terungkap bahwa Agus dan rekan-rekannya juga memanfaatkan sisa-sisa amunisi yang telah diledakkan untuk mencari tambahan penghasilan. Mereka mengumpulkan dan menjual barang rongsokan tersebut. Praktik ini menambah kompleksitas situasi, mengingat potensi bahaya yang terkandung dalam sisa-sisa bahan peledak.
Tragedi ledakan ini menjadi sorotan tajam terhadap standar keselamatan kerja dan kondisi upah buruh harian yang terlibat dalam proses pemusnahan amunisi. Investigasi lebih lanjut diharapkan dapat mengungkap penyebab pasti ledakan dan memberikan keadilan bagi para korban serta keluarga mereka.