Korban Pelecehan Berkedok Pengobatan Alternatif di Bekasi Mengadu ke Komnas Perempuan
Seorang wanita berinisial R (25) menjadi korban pelecehan seksual dengan modus pengobatan alternatif oleh seorang pria berinisial M di daerah Pondok Melati, Kota Bekasi. Korban telah melaporkan kejadian tersebut kepada Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada tahun 2023.
"Pada tahun 2023, saya bersama teman saya melaporkan kejadian ini ke Komnas Perempuan," ujar R saat ditemui di Pondok Melati, Selasa (13/5/2025). R menjelaskan bahwa pelecehan tersebut terjadi pada tahun 2018. Korban mengakui adanya jeda waktu yang cukup lama antara kejadian pelecehan dan pelaporan ke Komnas Perempuan.
"Saya menyampaikan kepada Komnas Perempuan bahwa saya adalah korban sejak tahun 2018, dan baru melaporkannya pada tahun 2023. Saya menyadari bahwa kasus ini sudah berjalan terlalu lama, sekitar 5 tahun," ungkap R.
Kepada pihak Komnas Perempuan, R menceritakan bahwa pelecehan terjadi saat ia mencari pengobatan alternatif. "Saya merasa ada makhluk tak kasat mata yang menempel pada diri saya saat itu. Kemudian, saya mendapatkan perlakuan yang tidak pantas. Tangan pelaku menyentuh bagian tubuh saya," jelas R.
Korban mengaku tidak dapat melawan saat kejadian karena merasa terguncang dan ketakutan. "Saya ingat dengan jelas apa yang terjadi pada saya, tetapi saya tidak berani menceritakan hal ini kepada keluarga saya. Saya takut jika hanya saya yang menjadi korban," tuturnya.
Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi telah mengambil tindakan tegas dengan menyegel tempat pengobatan alternatif tersebut karena adanya dugaan pelecehan seksual terhadap pasien. Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menyatakan bahwa ia menerima laporan mengenai dugaan pelecehan ini melalui pesan langsung di akun Instagram pribadinya. Ia pun segera menemui korban pelecehan tersebut.
"Saya mengapresiasi keberanian para ibu yang telah berani bersuara. Ini adalah langkah penting untuk mencegah terjadinya korban-korban lainnya," ujar Tri Adhianto dalam keterangannya, Selasa. Tri juga menegaskan bahwa proses hukum akan tetap berjalan, dan Camat Pondok Melati telah menutup tempat tersebut.
Beberapa korban lainnya juga telah memberikan kesaksian kepada Tri Adhianto, termasuk menceritakan kronologi kejadian pelecehan yang mereka alami.
"Media sosial berfungsi sebagai wadah aspirasi dan pengaduan masyarakat. Media sosial dapat menjadi alat untuk mengungkap fakta dan mendorong keberanian dalam menyampaikan kebenaran," tutur Tri.
Menurutnya, jika tidak ada laporan, jumlah korban pelecehan diperkirakan akan terus bertambah. "Jika tidak ada laporan seperti ini, kemungkinan akan ada lebih banyak korban. Terima kasih telah berperan penting dalam memanfaatkan media sosial," kata dia.
Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mencari pengobatan alternatif dan pentingnya keberanian untuk melaporkan tindakan pelecehan seksual kepada pihak berwenang.