Gelombang Pengungsi Afrikaner Mencari Suaka di Amerika Serikat
Gelombang pengungsi dari Afrika Selatan, khususnya warga kulit putih atau Afrikaner, dilaporkan terbang menuju Amerika Serikat setelah mendapatkan status pengungsi. Keputusan ini diambil oleh pemerintahan Donald Trump, yang mengklaim bahwa kelompok ini menjadi korban diskriminasi rasial di negara asalnya.
Kontroversi segera menyelimuti kebijakan ini. Banyak pihak mengkritik pemerintahan Trump karena dianggap pilih kasih, mengingat rekam jejaknya dalam membatasi masuknya pengungsi dari negara lain, terutama yang bukan berkulit putih. Prioritas yang diberikan kepada Afrikaner menimbulkan pertanyaan tentang standar ganda dalam kebijakan imigrasi Amerika Serikat.
Pemerintah Afrika Selatan sendiri bereaksi keras terhadap langkah ini. Presiden Cyril Ramaphosa menuduh Amerika Serikat mencampuri urusan internal negaranya. Menurutnya, eksodus warga kulit putih ini disebabkan oleh ketidaksetujuan mereka terhadap kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mengatasi ketidaksetaraan rasial yang diwariskan dari era apartheid.
Di belahan dunia lain, mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte mencatatkan kemenangan telak dalam pemilihan wali kota di kota asalnya, Davao. Ironisnya, kemenangan ini diraihnya saat ia mendekam di balik jeruji besi, menghadapi tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Duterte dituduh bertanggung jawab atas ribuan kematian dalam kampanye kontroversialnya melawan narkoba.
Sementara itu, Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan penghentian sementara operasi militer terhadap Pakistan. Namun, ia dengan tegas memperingatkan bahwa India akan membalas dengan cara sendiri jika terjadi serangan teroris di masa depan. Modi juga menekankan bahwa India tidak akan mentolerir pemerasan nuklir oleh Pakistan.
Di Eropa, ketegangan antara Polandia dan Rusia semakin memuncak. Pemerintah Polandia memutuskan untuk menutup konsulat Rusia di Krakow setelah menuding dinas rahasia Rusia bertanggung jawab atas kebakaran besar yang menghancurkan sebuah pusat perbelanjaan di Warsawa pada tahun 2024. Rusia membantah keterlibatan dalam insiden tersebut, namun Polandia bersikeras bahwa mereka memiliki bukti kuat yang mengarah pada keterlibatan Moskow.