Kisah Zainal, Sopir Bus AKAP: Antara Tantangan dan Solidaritas di Jalanan

Di sebuah warung sederhana di Terminal Ubung, Denpasar, Zainal Abidin, seorang pria berusia 57 tahun asal Brebes, Jawa Tengah, tampak menikmati kopi hitamnya. Di balik cangkir kopinya, tersimpan kisah panjang seorang sopir bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) yang telah malang melintang di jalanan selama lebih dari dua dekade.

Zainal, yang mengenakan sweater abu-abu, tengah menanti kedatangan penumpang yang akan diantarkannya ke Cepu. Bus berwarna merah bertuliskan "Road Runner, from Cepu with Love" menjadi saksi bisu perjalanannya. Sudah 10 tahun Zainal mengabdikan diri sebagai sopir bus di PO Nusa Bhakti, melayani rute-rute yang menghubungkan berbagai kota di Jawa dan Bali.

Sebelum menjadi sopir bus, Zainal telah memiliki pengalaman mengendarai truk dan mobil kecil dengan rute yang mencakup Pulau Jawa hingga Sumatra, mengangkut berbagai macam muatan, termasuk bawang. Awalnya, bus yang dikemudikannya diperuntukkan bagi keperluan wisata. Namun, seiring dengan perubahan kebijakan pemerintah yang membatasi kegiatan tur sekolah dan instansi, bus tersebut dialihkan untuk melayani penumpang umum. Kerja sama dengan perusahaan di Bali pun terjalin, membuka peluang baru bagi Zainal dan PO Nusa Bhakti.

"Sebelumnya bawa penumpang dari Bali Radian. Bali Radian dan PO Nusa Bhakti kami sudah seperti saudara. Jadi daripada pulang kosong, akhirnya dicarikan penumpang di Terminal Ubung ini. Disuruh ngetem di sini," ungkap Zainal, menceritakan bagaimana ia bisa mendapatkan penumpang dari Terminal Ubung.

Dalam sekali perjalanan, Zainal biasanya menempuh waktu hingga 5 hari, dengan rute yang meliputi Cepu, Blora, Lamongan, Mojokerto, Nganjuk, dan kota-kota lainnya. Ia tidak sendirian, seorang kernet selalu mendampinginya, membantu memastikan perjalanan berjalan lancar. Keselamatan penumpang selalu menjadi prioritas utama bagi Zainal. Ketika rasa kantuk mulai menyerang, kopi hitam pahit dan tolak angin menjadi senjatanya. Sesekali, sebatang rokok turut membantu menjaga kesegarannya.

"Harus hati-hati, jangan ugal-ugalan. Nanti berdampak pada keselamatan. Saya punya keluarga, yang dibawa juga punya keluarga. Saya loh bawa 40 sampai 50 orang," tuturnya dengan nada serius.

Solidaritas antar sesama sopir bus menjadi hal yang sangat penting bagi Zainal. Ia mengenang berbagai pengalaman suka dan duka selama menjadi sopir, mulai dari menghadapi penumpang mabuk hingga mengatasi masalah teknis seperti ban pecah dan lampu mati. Dalam situasi sulit, solidaritas sesama sopir selalu menjadi penolong. Mereka saling berbagi pengalaman, informasi, dan solusi untuk mengatasi berbagai kendala di jalanan.

"Kami sering balapan, alias balapan bayarin. Apalagi kalau sudah akrab," ujarnya sambil tertawa, menggambarkan eratnya persaudaraan di antara para sopir.

Zainal selalu berusaha untuk menikmati dan mensyukuri setiap rezeki yang diterimanya. Dengan prinsip "Asmara, Asal Mangkat, Rada Ayem", ia selalu berusaha untuk tetap bekerja dan mencari nafkah dengan cara yang halal. Baginya, yang terpenting adalah tidak menimbulkan masalah bagi keluarga.

"Namanya manusia tidak akan pernah cukup. Tapi saya tetap bersyukur. Jangan sampai kasih nafkah ke keluarga dengan cara gak bener. Nanti akan timbul masalah macam-macam. Anak sakit, istri sakit. Kalau dengan keringat saya sendiri, jadi tidak ada beban," pungkasnya dengan bijak.