Ritual Balangan Ketupat: Ungkapan Syukur Petani Kulon Progo atas Panen Melimpah

Di tengah hamparan sawah yang menghijau di Padukuhan Sabrang, Kalurahan Giripurwo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, sebuah tradisi unik dan sarat makna digelar. Masyarakat tani berkumpul bukan hanya untuk menikmati hasil panen, tetapi juga untuk merayakan keberkahan melalui ritual 'Balangan Ketupat'.

Tradisi ini merupakan ungkapan syukur atas panen padi yang melimpah. Setelah acara makan bersama dengan hidangan ketupat dan berbagai lauk pauk tradisional, warga membawa pulang ketupat untuk diberikan kepada hewan ternak mereka, terutama sapi dan kambing. Ketupat-ketupat ini dilemparkan atau dipukulkan secara lembut ke tubuh hewan-hewan tersebut, sembari memanjatkan doa dan harapan.

"Balangan" dalam bahasa Jawa berarti melempar. Dalam konteks ini, melempar ketupat bukanlah sekadar tindakan fisik, melainkan simbol penghormatan dan rasa terima kasih kepada hewan ternak yang telah memberikan kontribusi besar dalam kehidupan petani. Hewan ternak dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari ekosistem pertanian, menyediakan tenaga kerja, pupuk organik, dan hasil ternak yang menunjang kesejahteraan keluarga.

Tradisi Balangan Ketupat dilaksanakan setiap tahun pada hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon, hari-hari yang dianggap sakral dalam penanggalan Jawa. Masyarakat mengenakan pakaian adat Jawa, laki-laki dengan surjan dan blangkon, perempuan dengan kebaya, menambah kekhidmatan acara. Sebelum ritual Balangan, gunungan ketupat setinggi satu meter diarak dan diletakkan di tengah sawah, diikuti dengan doa bersama sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sawah di Dusun Sabrang merupakan sawah tadah hujan seluas 35 hektar yang membentang di perbukitan dan lereng-lereng yang membentuk terasering indah. Masyarakat sangat bergantung pada hasil panen padi yang hanya dilakukan sekali setahun. Setelah panen padi, mereka biasanya menanam kacang hijau, jagung, atau kacang benguk.

Masyarakat percaya bahwa panen yang baik bukan hanya hasil kerja keras petani, tetapi juga berkat dukungan hewan ternak. Rumput kolonjono dari sawah menjadi pakan sapi, sementara pupuk kandang dari ternak menyuburkan tanah. Hubungan simbiosis mutualisme antara petani, hewan ternak, dan alam menjadi landasan filosofi tradisi Balangan Ketupat.

Karno, seorang petani, mempraktikkan tradisi Balangan Ketupat kepada anak sapinya. Ia memukul-mukulkan ketupat ke punggung sapi sambil berharap agar hewan ternaknya tumbuh gemuk, sehat, dan terus memberikan manfaat bagi pertanian. Harapan ini diucapkan berulang-ulang, diiringi dengan lemparan lembut ketupat ke tubuh sapi. Ia berharap sapinya tumbuh besar, hidup berdampingan dengan alam pertanian, dan terus menjadi sumber rezeki dari Tuhan bagi masyarakat tani seperti mereka.

Tradisi Balangan Ketupat bukan sekadar ritual kuno, melainkan wujud kearifan lokal yang mengajarkan pentingnya menjaga harmoni antara manusia, alam, dan hewan ternak. Tradisi ini menjadi pengingat bahwa keberhasilan panen adalah berkat kerjasama dan keseimbangan ekosistem yang harus terus dijaga dan dilestarikan.

  • Prosesi Ritual:

    • Arak-arakan Gunungan Ketupat
    • Doa Bersama di Sawah
    • Balangan Ketupat ke Hewan Ternak
  • Makna Simbolis:

    • Ketupat: Simbol Kemakmuran dan Keberkahan
    • Hewan Ternak: Simbol Kekuatan, Kesuburan, dan Rezeki
    • Lemparan: Simbol Penghormatan dan Rasa Terima Kasih
  • Nilai-Nilai Luhur:

    • Syukur atas Panen Melimpah
    • Harmoni antara Manusia, Alam, dan Hewan
    • Pelestarian Budaya Lokal