Polemik Penetapan Hasto Kristiyanto Sebagai Tersangka: Alexander Marwata Persilakan KPK Usut Dugaan Obstruction of Justice
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, memberikan tanggapan terhadap pernyataan penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, terkait dugaan adanya upaya menghalang-halangi penyidikan yang dilakukan oleh pimpinan KPK periode sebelumnya. Dugaan ini muncul terkait dengan keputusan untuk tidak menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku.
Marwata menyatakan kesiapannya jika pimpinan KPK saat ini berkeinginan untuk menindaklanjuti perbedaan pendapat di antara pimpinan KPK sebelumnya terkait penetapan status tersangka terhadap Hasto Kristiyanto. "Jika putusan empat pimpinan sebelumnya dianggap menghalangi penyidikan, silakan diproses," ujarnya saat dihubungi oleh awak media pada hari Selasa (13/5/2025).
Namun, Marwata juga menekankan pentingnya bagi pimpinan KPK saat ini untuk memberikan penjelasan terkait dengan prinsip kolektif kolegial yang mendasari pengambilan keputusan dalam lembaga tersebut. Ia mempertanyakan bagaimana pandangan pimpinan KPK saat ini jika keputusan untuk menolak atau tidak menyetujui penetapan tersangka diambil secara kolektif kolegial, atau jika penyidik diminta untuk lebih fokus pada pencarian tersangka utama sebelum menetapkan tersangka lainnya, kemudian tindakan tersebut dituduh sebagai upaya menghalang-halangi penyidikan.
Marwata juga menyoroti kewenangan dalam menetapkan status tersangka, apakah berada di tangan penyidik atau pimpinan KPK. Ia mempertanyakan apakah setiap perkara yang diekspos harus mendapatkan persetujuan dari pimpinan KPK.
Pernyataan Rossa Purbo Bekti mengenai dugaan obstruction of justice oleh pimpinan KPK sebelumnya terungkap dalam sidang perkara dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku dengan terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto. Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rossa yang menyebutkan bahwa pimpinan KPK saat itu, termasuk Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Lili Pintauli Siregar, dianggap telah menghalangi penetapan Hasto sebagai tersangka.
Dalam persidangan tersebut, Maqdir Ismail mempertanyakan mengapa para pimpinan KPK yang diduga melakukan obstruction of justice tidak pernah diperiksa. Rossa menjelaskan bahwa ekspose atau gelar perkara terkait kasus Harun Masiku pada 8 Januari 2020 direkam, dan rekaman tersebut menunjukkan bahwa pimpinan KPK saat itu tidak menyetujui penetapan Hasto sebagai tersangka. Namun, pemeriksaan terkait dugaan obstruction of justice baru dilakukan pada Januari 2025, padahal para pimpinan KPK yang diduga terlibat masih menjabat saat itu.
Rossa juga menjelaskan bahwa pihaknya ditugaskan melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tambahan pada tahun 2023 dan telah melakukan beberapa kali ekspose. Dalam salah satu ekspose tersebut, seorang pimpinan KPK disebut-sebut memberikan arahan untuk tidak mengembangkan penyidikan lebih lanjut.
Maqdir Ismail kemudian menyimpulkan bahwa Rossa menganggap pimpinan KPK telah melakukan obstruction of justice dengan memberikan perintah untuk tidak membuka perkara baru terkait Harun Masiku. Ia kembali mempertanyakan mengapa para pimpinan KPK saat itu tidak diperiksa atau dilaporkan atas dugaan obstruction of justice. Rossa menjawab bahwa pemanggilan terhadap para pimpinan KPK tersebut belum dilakukan.