Kontroversi Zuckerberg: CEO Meta Prediksi AI Akan Jadi 'Teman' Masa Depan, Psikolog Menentang
Zuckerberg Ramal Era 'Teman' AI, Psikolog Ungkap Dampak Negatif
Mark Zuckerberg, pendiri dan CEO Meta (sebelumnya Facebook), kembali memicu perdebatan. Dalam sebuah wawancara dan konferensi baru-baru ini, ia menyatakan keyakinannya bahwa kecerdasan buatan (AI) berpotensi menggantikan peran hubungan antarmanusia, khususnya dalam hal persahabatan. Zuckerberg berpendapat, dengan rata-rata orang memiliki kurang dari tiga teman dekat, AI dapat mengisi kekosongan ini dengan menyediakan sistem yang sangat mengenal dan memahami penggunanya.
Menurut Zuckerberg, AI akan bertindak layaknya teman yang selalu ada dan responsif, bahkan melampaui kemampuan teman manusia. Visi ini muncul di tengah meningkatnya popularitas chatbot AI yang menawarkan interaksi personal dan dukungan emosional. Namun, pandangan ini mendapat tentangan keras dari para psikolog.
Bantahan Psikolog: Hubungan Manusia Tak Tergantikan
Omri Gillath, seorang profesor psikologi di University of Kansas, dengan tegas menolak gagasan bahwa AI dapat menggantikan hubungan manusia yang otentik. Ia berpendapat, kualitas hubungan jauh lebih penting daripada kuantitas, dan memiliki beberapa teman dekat yang tulus sudah lebih dari cukup.
Gillath menekankan bahwa interaksi dengan AI, meskipun menawarkan manfaat sesaat seperti ketersediaan dan kesopanan, tidak dapat memberikan manfaat jangka panjang yang diperoleh dari hubungan yang mendalam dan bermakna. Ia menyoroti beberapa aspek penting dari hubungan manusia yang tidak dapat direplikasi oleh AI:
- Jaringan Sosial: Teman manusia dapat memperkenalkan Anda pada jaringan sosial mereka, membuka peluang baru dan memperluas wawasan.
- Sentuhan Fisik: Sentuhan fisik seperti pelukan memiliki dampak emosional dan psikologis yang kuat yang tidak dapat ditiru oleh AI.
- Pengembangan Keterampilan Sosial: Interaksi langsung dengan manusia sangat penting untuk mengembangkan keterampilan sosial, terutama pada anak-anak.
Dampak Negatif Penggunaan AI Berlebihan
Lebih lanjut, Gillath memperingatkan bahwa menggantikan persahabatan manusia dengan AI justru dapat memperburuk kondisi mental seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang terlalu bergantung pada AI cenderung mengalami kecemasan dan depresi yang lebih tinggi.
Alih-alih menggantikan hubungan manusia, Gillath menyarankan untuk menggunakan AI sebagai alat bantu untuk berlatih keterampilan sosial. Ia mendorong orang-orang untuk bergabung dengan klub dan organisasi yang sesuai dengan minat mereka sebagai cara untuk bertemu orang baru dan membangun hubungan yang otentik. Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati juga merupakan kunci penting dalam membangun hubungan yang bermakna.
Perdebatan tentang peran AI dalam kehidupan manusia terus berlanjut. Meskipun AI menawarkan potensi besar dalam berbagai bidang, penting untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap kesehatan mental dan hubungan sosial. Pandangan yang berbeda antara tokoh teknologi seperti Zuckerberg dan para ahli psikologi menunjukkan kompleksitas isu ini dan perlunya diskusi yang lebih mendalam tentang bagaimana AI harus diintegrasikan ke dalam masyarakat.