Ritual Nutuk Beham: Harmonisasi Manusia dan Alam dalam Tradisi Leluhur Kalimantan
Di tengah keheningan Balai Adat, asap tipis dari tungku tradisional, prapen, mengiringi lantunan mantra yang dilafalkan oleh tiga tetua adat. Ritual sakral "nutuk beham" ini, warisan leluhur masyarakat Kutai Adat Lama, menjadi benang penghubung antara masa kini dan masa lalu, manusia dan alam.
Di Kedang Ipil, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada Minggu (11/5/2025), ritual ini diselenggarakan. Ritual ini menjadi puncak dari serangkaian prosesi yang berlangsung selama tiga hari dua malam. Innasrih, tokoh spiritual desa, dengan khidmat memimpin upacara tersebut. Nutuk beham, lebih dari sekadar tradisi, merupakan manifestasi perjanjian abadi antara manusia dan alam semesta, sebuah dialog antara generasi penerus dan arwah leluhur.
Sesaji berupa beham, makanan tradisional berbahan dasar ketan dan hasil bumi lainnya, dipersembahkan kepada entitas berbeda. Persembahan ini ditujukan kepada roh leluhur, penjaga gaib desa, dan energi tak kasatmata yang melindungi kampung. Pemberian ini, menurut kepercayaan masyarakat, merupakan bentuk permohonan agar terhindar dari teguran berupa musibah, gagal panen, atau gangguan mistis.
Setiap tahapan ritual dilakukan dengan cermat, mulai dari pembacaan mantra hingga persembahan sesaji. Mantra-mantra yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi tidak dapat dituliskan, karena esensinya terletak pada penyampaian langsung dan pemahaman spiritual.
Namun, modernisasi membawa tantangan tersendiri bagi pelestarian tradisi nutuk beham. Kurangnya minat generasi muda menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan ritual ini. Banyak anak muda yang enggan mempelajari atau bahkan merasa malu untuk terlibat dalam praktik spiritual warisan leluhur ini. Padahal, untuk menjadi penerus ritual ini, tidak ada syarat khusus selain kemauan dan kesanggupan untuk belajar.
Nutuk beham bukan sekadar upacara penghormatan, melainkan juga sarana komunikasi spiritual untuk menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Ritual ini menjadi fondasi kehidupan masyarakat Kedang Ipil, jembatan penghubung antara dunia nyata dan dunia gaib. Bagi mereka, nutuk beham adalah cara untuk menjaga hubungan harmonis dengan alam semesta, roh leluhur, dan sejarah panjang yang tak lekang oleh waktu.
- Pembacaan Mantra
- Pemanggilan Roh
- Pemberian Sesaji
Ritual ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan menghormati warisan leluhur. Di tengah arus modernisasi, tradisi nutuk beham tetap relevan sebagai simbol identitas dan kearifan lokal yang perlu dilestarikan.