Polisi Beri Peringatan Keras: Tersangka Demo Anarkis di Gedung DPR Terancam Dijemput Paksa

Aparat kepolisian dari Polda Metro Jaya mengambil langkah tegas dengan mengancam akan melakukan penjemputan paksa terhadap 13 orang yang berstatus tersangka dalam kasus dugaan tindakan anarkis saat aksi unjuk rasa memperingati Hari Buruh di depan Gedung DPR/MPR RI pada tanggal 1 Mei 2025 lalu. Peringatan keras ini disampaikan karena para tersangka tersebut mangkir dari panggilan pertama yang dilayangkan oleh penyidik.

Menurut keterangan dari Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, surat panggilan telah dikirimkan kepada ke-13 orang tersebut dengan status sebagai tersangka. Namun, hingga saat ini, mereka belum menunjukkan itikad baik untuk memenuhi panggilan tersebut. "Kami mengimbau agar para tersangka segera hadir untuk memberikan keterangan. Jika mereka tetap tidak hadir pada panggilan kedua, maka penyidik akan mengambil tindakan penjemputan sesuai dengan prosedur hukum acara pidana yang berlaku," tegas AKBP Reonald Simanjuntak saat memberikan keterangan di Mapolda Metro Jaya pada hari Senin (12/5/2025).

Identitas ke-13 tersangka tersebut telah diketahui, masing-masing berinisial S, MZ, DS, HW, MB, SJ, GS, MF, EF, MM, JA, TA, dan AH. Pihak kepolisian memastikan bahwa seluruh tersangka berjenis kelamin laki-laki dan akan dijerat dengan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terkait dengan tindakan anarkis yang mereka lakukan.

Rincian pasal yang dikenakan terhadap para tersangka adalah sebagai berikut:

  • Sepuluh orang tersangka pertama, yakni S, MZ, DS, HW, MB, SJ, GS, MF, EF, dan MM, disangkakan melanggar Pasal 212 KUHP tentang melawan petugas, Pasal 216 KUHP tentang tidak mengindahkan perintah petugas, dan Pasal 218 KUHP tentang tidak segera membubarkan diri. Ancaman hukuman maksimal untuk pelanggaran pasal-pasal ini adalah 1 tahun 4 bulan penjara.
  • Sementara itu, tiga tersangka lainnya, yaitu JA, TA, dan AH, diduga melakukan tindak pidana kekerasan terhadap paramedis yang bertugas memberikan pertolongan saat aksi demonstrasi berlangsung. Mereka dijerat dengan Pasal 216 KUHP dan Pasal 218 KUHP.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, paramedis yang menjadi korban kekerasan mengalami luka-luka akibat tindakan para tersangka. "Tindakan kekerasan ini masuk dalam kategori tindak pidana, namun karena ancaman hukumannya di bawah lima tahun, maka kami tidak melakukan penahanan terhadap para tersangka," jelas AKBP Reonald Simanjuntak.

AKBP Reonald Simanjuntak menjelaskan lebih lanjut bahwa penahanan terhadap tersangka bukanlah sebuah kewajiban, melainkan sebuah opsi yang dapat diambil oleh penyidik apabila terdapat kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya. Meskipun tidak dilakukan penahanan, pihak kepolisian tetap memberlakukan wajib lapor terhadap para tersangka sebanyak dua kali dalam seminggu, yaitu setiap hari Senin dan Kamis. "Para tersangka wajib berada di wilayah provinsi dan tidak diperkenankan untuk bepergian ke luar wilayah. Kegiatan mereka akan tetap diawasi secara ketat oleh penyidik," imbuhnya.

Pihak kepolisian telah menjadwalkan ulang pemeriksaan lanjutan terhadap para tersangka pada tanggal 14 dan 15 Mei mendatang. Diharapkan, para tersangka dapat memenuhi panggilan tersebut dan memberikan keterangan yang dibutuhkan untuk mengungkap secara jelas peristiwa yang terjadi saat aksi demonstrasi Hari Buruh di depan Gedung DPR/MPR RI.