Penjelasan Kemenag Terkait Penempatan Jemaah Haji di Makkah Tidak Berdasarkan Kloter

Kementerian Agama (Kemenag) memberikan klarifikasi mengenai penempatan jemaah haji Indonesia yang tidak selalu didasarkan pada kelompok terbang (kloter) selama di Makkah, Arab Saudi. Perubahan ini merupakan adaptasi terhadap sistem yang diterapkan oleh Pemerintah Arab Saudi dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Direktur Layanan Haji Luar Negeri Kemenag, Muchlis Hanafi, menjelaskan bahwa idealnya, satu kloter jemaah haji seharusnya dilayani oleh satu syarikah atau perusahaan penyedia layanan haji, sehingga mereka dapat ditempatkan di hotel yang sama di Makkah. Namun, dalam praktiknya, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan hal ini sulit diwujudkan.

"Terkait dengan kloter campuran ini, satu kloter bisa terdiri dari jemaah yang ditangani oleh berbagai syarikah. Tahun ini, layanan haji bagi jemaah kita di Arab Saudi disediakan oleh delapan syarikah. Idealnya adalah one kloter one syarikah, namun ada beberapa faktor yang membuat ini tidak selalu memungkinkan," ujar Muchlis dalam konferensi pers di Kantor Daerah Kerja Makkah Petugas Haji Indonesia.

Salah satu faktor utama adalah keterlambatan penerbitan visa haji bagi sebagian jemaah. Akibatnya, jemaah dalam satu kloter dapat terpisah dan ditangani oleh syarikah yang berbeda. Meskipun Kemenag telah berupaya untuk menjaga agar jemaah dari satu kloter tetap menginap di hotel yang sama selama di Madinah, meskipun ditangani oleh syarikah yang berbeda, situasi di Makkah sedikit berbeda.

"Layanan di Makkah ini berbasis syarikah, sehingga penempatan jemaah di hotel juga disesuaikan dengan syarikah penyedia layanan," jelas Muchlis. Inilah yang menyebabkan jemaah dari satu kloter mungkin menginap di hotel yang berbeda saat berada di Makkah.

Muchlis menekankan bahwa perubahan ini tidak akan mengurangi hak-hak jemaah haji Indonesia. Semua layanan, termasuk akomodasi, konsumsi, dan transportasi, akan tetap diberikan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut, Muchlis menjelaskan bahwa penempatan jemaah di hotel berdasarkan syarikah akan mempermudah pelaksanaan wukuf di Arafah serta mabit di Muzdalifah dan Mina (Armuzna), yang merupakan puncak dari ibadah haji. Seluruh layanan di Armuzna diatur oleh syarikah masing-masing.

"Penataan berbasis syarikah ini justru akan meningkatkan efektivitas layanan. Kementerian Haji Arab Saudi sangat ketat dalam hal ini, dan mengharuskan layanan berbasis syarikah, terutama selama fase Armuzna, yang merupakan fase paling krusial," kata Muchlis.

Kemenag juga telah berkoordinasi dengan delapan syarikah untuk memastikan bahwa jemaah suami-istri, jemaah lanjut usia (lansia), atau jemaah disabilitas yang berangkat dengan pendamping dapat ditempatkan di hotel yang sama, meskipun ditangani oleh syarikah yang berbeda. Faktor-faktor kemanusiaan menjadi prioritas bagi para syarikah.

"Faktor kemanusiaan tidak dapat diabaikan, dan para syarikah sangat memperhatikan hal ini," pungkasnya.