Orangutan Dewasa Dievakuasi dari Kebun Warga dan Direlokasi ke Habitat Aman di Gunung Tarak
Relokasi Orangutan Dewasa ke Hutan Lindung Gunung Tarak
Tim gabungan dari berbagai lembaga konservasi berhasil merelokasi seekor orangutan jantan dewasa dari area perkebunan warga di Dusun Sumber Priangan, Desa Simpang Tiga Sembelangaan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, ke Hutan Lindung Gunung Tarak. Langkah ini diambil setelah menerima laporan dari warga mengenai keberadaan orangutan yang kerap memasuki kebun dan memakan berbagai jenis buah-buahan.
Proses translokasi melibatkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ketapang Selatan, serta Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI). Silverius Oscar Unggul, Ketua Umum YIARI, menyoroti bahwa lokasi kemunculan orangutan tersebut sangat dekat dengan jalan raya utama yang menghubungkan Ketapang dan Pontianak, sehingga berpotensi membahayakan keselamatan orangutan maupun manusia.
Silverius menambahkan, area tersebut mengalami kerusakan habitat yang signifikan akibat konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dan aktivitas perambahan hutan ilegal. Akibatnya, tidak tersedia lagi hutan yang cukup luas dan sesuai untuk menjadi habitat ideal bagi orangutan. Tim YIARI mencatat laporan awal mengenai kehadiran orangutan di pekarangan warga pada tanggal 8 Mei 2025.
Proses Evakuasi dan Pemeriksaan Kesehatan
Tim gabungan segera merespons laporan tersebut dengan menuju lokasi dan melaksanakan evakuasi sesuai dengan prosedur yang berlaku, termasuk penggunaan senjata bius. Setelah berhasil ditenangkan, orangutan tersebut menjalani pemeriksaan medis menyeluruh. Hasil pemeriksaan mengungkap bahwa orangutan tersebut memiliki berat antara 60 hingga 65 kilogram, serta terdapat luka lama pada punggung tangan kirinya yang masih mengeluarkan darah dan nanah. Selain itu, giginya juga mengalami kerusakan, yang diduga disebabkan oleh faktor usia. Meskipun demikian, secara keseluruhan, kondisi kesehatan orangutan tersebut dinilai cukup baik untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.
Pelepasan di Habitat Baru dan Pemantauan Lanjutan
Setelah dinyatakan layak, orangutan tersebut segera dipindahkan ke Hutan Lindung Gunung Tarak, yang telah melalui survei dan dinyatakan memenuhi kriteria sebagai habitat yang sesuai. Perjalanan menuju lokasi pelepasan memakan waktu sekitar tujuh jam. Sesampainya di hutan, orangutan tersebut dilepasliarkan dengan bantuan masyarakat setempat. Ia menunjukkan perilaku alami dengan menjauhi manusia, menandakan kesiapannya untuk kembali hidup mandiri di alam bebas.
Gunung Tarak dipilih sebagai lokasi pelepasliaran karena beberapa faktor, termasuk kondisi ekologi yang mendukung, populasi orangutan yang relatif rendah, serta konektivitas dengan Taman Nasional Gunung Palung. Selain itu, kawasan ini juga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan ketersediaan sumber pakan alami yang melimpah.
Silverius juga menyinggung mengenai konflik antara manusia dan orangutan yang pernah terjadi sebelumnya, termasuk kasus kematian orangutan akibat luka parah yang disebabkan oleh benda tajam, serta serangan orangutan terhadap warga yang merasa terancam.
Untuk memastikan keberhasilan proses adaptasi orangutan di habitat barunya, tim YIARI dan KPH Ketapang Selatan akan melakukan pemantauan secara berkala. Di lokasi pelepasliaran juga telah didirikan stasiun pemantauan untuk mengamati perilaku orangutan dan menjaga kelestarian habitatnya.
Kuswadi, Kepala KPH Ketapang Selatan, menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian Hutan Lindung Gunung Tarak yang memiliki luas sekitar 21.000 hektar.
Murlan Dameria Pane, Kepala BKSDA Kalimantan Barat, menegaskan bahwa translokasi ini merupakan wujud nyata dari komitmen pelestarian satwa dan habitatnya. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga habitat alami agar satwa tidak kehilangan tempat tinggalnya.