Alih Fungsi BBM ke Gas Guna Menekan Ketergantungan Impor
Pemerintah didorong untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas alam domestik sebagai langkah strategis mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM). Inisiatif ini muncul seiring rencana pemerintah untuk mengakhiri impor BBM dari Singapura demi memperkuat ketahanan energi nasional.
Praktisi Minyak dan Gas Bumi, Hadi Ismoyo, menekankan pentingnya konversi BBM ke gas sebagai solusi jangka menengah dan panjang. Menurutnya, Indonesia memiliki cadangan gas yang melimpah dan perlu dimanfaatkan secara maksimal.
"Impor BBM mungkin masih diperlukan dalam jangka pendek, namun pemerintah perlu fokus pada konversi BBM ke gas karena potensi cadangan gas kita sangat besar," ujarnya.
Hadi menambahkan, investasi pada infrastruktur gas yang memadai menjadi kunci keberhasilan program ini. Dengan infrastruktur yang baik, impor BBM dapat dikurangi secara signifikan, sekaligus menghemat anggaran negara yang selama ini dialokasikan untuk subsidi energi.
"Saat ini, total subsidi energi mendekati Rp 300 triliun per tahun. Jumlah ini sangat besar dan sebaiknya dialihkan ke sektor lain yang lebih produktif," imbuhnya.
Dana hasil efisiensi subsidi energi dapat dialokasikan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa harga beli BBM dari Singapura setara dengan harga di Timur Tengah. Temuan ini diperoleh setelah evaluasi mendalam terhadap pengadaan impor energi.
"Sebagian besar impor BBM kita berasal dari Singapura. Namun, setelah kami evaluasi, harganya sama dengan harga dari Timur Tengah. Oleh karena itu, kami akan mempertimbangkan untuk mengimpor minyak dari negara lain," kata Bahlil.
Penghentian impor BBM dari Singapura akan dilakukan secara bertahap dalam enam bulan ke depan. Pemerintah juga tengah mempersiapkan infrastruktur yang memadai untuk kapal-kapal besar yang akan mengangkut BBM dari Timur Tengah dan Amerika Serikat.
"Pertamina sedang membangun dermaga yang mampu menampung kapal-kapal besar untuk impor BBM. Hal ini penting karena selama ini kita menggunakan kapal-kapal kecil dari Singapura," jelas Bahlil.
Selain pertimbangan harga, faktor geopolitik juga menjadi alasan diversifikasi sumber impor BBM. Pemerintah Indonesia tengah bernegosiasi dengan Pemerintah AS untuk mengatasi tarif resiprokal sebesar 32%. Dalam negosiasi tersebut, Indonesia menawarkan untuk membeli produk LPG, minyak, dan BBM dari AS.
"Kami juga mempertimbangkan masalah geopolitik dan geoekonomi. Kita perlu menjaga keseimbangan dengan berbagai negara," pungkas Bahlil.
Konversi BBM ke gas diharapkan dapat menjadi solusi strategis untuk mengurangi ketergantungan impor, meningkatkan ketahanan energi, dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam domestik.