Dari Marinir ke Garda Depan Rusia: Kisah Satria dan Fenomena Legiun Asing dalam Konflik Ukraina
Eks Marinir TNI AL Berjuang di Ukraina: Fenomena Legiun Asing dalam Konflik
Kabar mengejutkan datang dari medan perang Ukraina. Seorang mantan anggota Marinir TNI Angkatan Laut (AL), Satria Arta Kumbara, dikabarkan bergabung dengan militer Rusia dan bertugas di garis depan pertempuran. Informasi ini viral di media sosial, memicu perdebatan pro dan kontra di kalangan warganet. Satria sendiri membantah tudingan sebagai tentara bayaran, mengklaim dirinya direkrut secara resmi menjadi bagian dari tentara Rusia.
Keberadaan Satria Arta Kumbara menjadi sorotan terkait fenomena legiun asing, yaitu warga negara asing yang bergabung dalam angkatan bersenjata negara lain. Praktik ini bukan hal baru dalam konflik modern, dan Rusia diketahui aktif merekrut warga negara asing untuk memperkuat pasukannya dalam perang melawan Ukraina. Iming-iming gaji dan insentif lain, termasuk status kewarganegaraan, menjadi daya tarik bagi sebagian orang.
Gaji dan Insentif: Daya Tarik Legiun Asing
Berapa sebenarnya gaji yang ditawarkan kepada legiun asing di Rusia? Laporan dari berbagai sumber menyebutkan angka yang bervariasi. Seorang pemuda asal Sri Lanka, misalnya, mengaku ditawari gaji sebesar 2.300 dollar AS per bulan oleh Kementerian Pertahanan Rusia. Namun, ia kemudian merasa terjebak karena tidak diizinkan kembali ke negara asalnya dan terancam hukuman penjara jika melarikan diri. Selain warga Sri Lanka, legiun asing di Rusia juga berasal dari negara-negara seperti Nepal, India, Kirgistan, dan Tajikistan.
Bayaran yang lebih tinggi konon ditawarkan oleh Wagner, kelompok militer swasta yang dikenal memiliki reputasi kontroversial. Namun, Wagner mensyaratkan pengalaman tempur, sehingga anggotanya umumnya berasal dari mantan tentara atau individu dengan latar belakang militer. Wagner merekrut ribuan pejuang berpengalaman dengan berbagai latar belakang, termasuk mantan anggota unit elit militer dan intelijen, serta mantan tentara yang pernah bertempur dalam perang Chechnya.
Legiun Asing di Mata Hukum Internasional dan Regional
Keberadaan legiun asing memunculkan pertanyaan tentang legalitas dan implikasinya. Hukum internasional tidak secara eksplisit melarang praktik tentara bayaran, tetapi banyak negara memiliki aturan yang melarang warga negaranya berpartisipasi dalam konflik asing. Hukuman bagi pelanggaran bervariasi, mulai dari penjara hingga pencabutan kewarganegaraan.
Di kawasan Asia Tenggara, legalitas tentara bayaran berbeda-beda antar-negara. Indonesia dan Filipina, misalnya, dapat mencabut kewarganegaraan warga negaranya yang bertugas di militer asing tanpa izin presiden. Sementara itu, Singapura melarang keras warganya menjadi tentara di negara asing. Thailand dan Kamboja melarang praktik tentara bayaran, meskipun tidak mengkriminalisasinya.
Motivasi Bergabung: Lebih dari Sekadar Uang
Motivasi seseorang bergabung menjadi legiun asing bisa beragam. Selain faktor ekonomi, tawaran gaji yang menggiurkan tentu menjadi daya tarik utama. Namun, ada juga yang termotivasi oleh ideologi, petualangan, atau bahkan mencari pengalaman tempur di zona konflik.
Ukraina sendiri juga merekrut legiun asing untuk membantu mempertahankan diri dari invasi Rusia. Gaji yang ditawarkan bervariasi, tergantung pada peran tempur, dan setara dengan gaji tentara Ukraina. Selain uang, bergabung dengan legiun asing juga bisa menjadi jalan pintas untuk memperoleh kewarganegaraan di Rusia.
Berikut daftar negara yang warganya bergabung sebagai legiun asing di pihak Ukraina:
- Amerika Serikat
- Inggris Raya
- Polandia
- Kanada
- Georgia
- Belarusia
- Perancis
- Israel
- Australia
- Negara lainnya
Keberadaan legiun asing dalam konflik Ukraina menunjukkan kompleksitas dan dimensi global dari perang ini. Fenomena ini juga memunculkan pertanyaan tentang identitas, kewarganegaraan, dan loyalitas di era modern.