Masyarakat Sipil Mengkritisi Perintah Panglima TNI Terkait Pengerahan Prajurit di Lingkungan Kejaksaan
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyampaikan keprihatinan mendalam terkait surat telegram Panglima TNI yang memerintahkan persiapan dan pengerahan personel serta perlengkapan pendukung ke seluruh Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia. Surat telegram tertanggal 5 Mei 2025 tersebut dianggap bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dan berpotensi mengganggu independensi sistem peradilan.
Koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil ini berpendapat bahwa perintah tersebut melampaui kewenangan TNI dan memasuki ranah penegakan hukum yang seharusnya menjadi domain lembaga sipil, yaitu Kejaksaan. Mereka menekankan bahwa Undang-Undang TNI secara jelas membatasi peran militer pada aspek pertahanan negara. Pengerahan personel TNI untuk pengamanan lembaga kejaksaan dinilai tidak proporsional dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Beberapa poin krusial yang menjadi sorotan koalisi antara lain:
- Potensi Intervensi Militer: Pengerahan personel TNI dianggap sebagai bentuk intervensi militer dalam proses penegakan hukum, yang dapat merusak independensi Kejaksaan.
- Dasar Hukum yang Lemah: Koalisi mempertanyakan dasar hukum pengerahan TNI dalam konteks ini, mengingat belum ada regulasi yang jelas mengatur perbantuan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP), khususnya dalam penegakan hukum.
- Ancaman Dwifungsi TNI: Langkah ini dikhawatirkan membuka kembali praktik dwifungsi TNI, di mana militer terlibat dalam urusan sipil yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah sipil.
- Proporsionalitas Pengamanan: Koalisi berpendapat bahwa pengamanan institusi kejaksaan seharusnya dapat dilakukan oleh satuan pengamanan internal (Satpam) Kejaksaan, tanpa perlu melibatkan personel TNI.
Koalisi mendesak Panglima TNI untuk segera mencabut surat perintah tersebut dan mengembalikan fokus TNI pada tugas pokoknya, yaitu pertahanan negara. Mereka juga menyerukan kepada DPR RI, khususnya Komisi I, III, dan XIII, untuk menginvestigasi masalah ini dan mencegah terulangnya praktik serupa di masa depan. Lebih lanjut, koalisi meminta Presiden dan Menteri Pertahanan untuk memastikan pembatalan surat perintah tersebut demi menjaga supremasi sipil dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.
Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam pernyataan ini terdiri dari berbagai organisasi yang bergerak di bidang hukum, hak asasi manusia, dan reformasi sektor keamanan, termasuk Imparsial, YLBHI, KontraS, Amnesty International Indonesia, dan banyak lagi. Mereka memiliki komitmen untuk menjaga demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia.