Eks Marinir Indonesia Bergabung dengan Militer Rusia: Fenomena Legiun Asing dalam Konflik Ukraina

Eks Marinir Indonesia di Garda Depan Rusia: Sorotan pada Legiun Asing dalam Perang Ukraina

Kabar mengejutkan datang dari medan perang Ukraina, seorang mantan prajurit Marinir TNI Angkatan Laut (AL) Indonesia dikabarkan bergabung dengan militer Rusia. Satria Arta Kumbara, yang sebelumnya bertugas sebagai bintara di Itkormar, menjadi sorotan setelah foto-fotonya berseragam tentara Rusia beredar di media sosial.

Satriya membantah tudingan sebagai tentara bayaran, dan mengklaim direkrut secara resmi oleh militer Rusia untuk bertempur di garis depan. Status kewarganegaraannya saat ini belum jelas, apakah masih WNI atau sudah berganti menjadi warga negara Rusia.

Fenomena bergabungnya warga negara asing dalam angkatan bersenjata negara lain, atau yang dikenal sebagai legiun asing, bukan hal baru. Rusia, seperti halnya Ukraina, aktif merekrut warga negara asing untuk mendukung operasi militernya.

Gaji dan Insentif Legiun Asing di Rusia

Rusia menawarkan berbagai insentif, termasuk iming-iming kewarganegaraan, untuk menarik warga negara asing bergabung dengan militernya. Seorang pemuda asal Sri Lanka dalam wawancaranya dengan DW, mengaku ditawari kontrak oleh Kementerian Pertahanan Rusia melalui pihak ketiga dengan upah $2,300 (sekitar Rp 36 juta) per bulan. Setelah dua bulan bertugas, ia ditempatkan di pinggiran Donetsk, Ukraina yang diduduki Rusia.

Ia juga mengatakan bahwa di unitnya terdapat warga negara Nepal, India, Kirgistan, dan Tajikistan. Bloomberg juga melaporkan bahwa Rusia telah mengirim ribuan pekerja migran dan mahasiswa asing untuk bergabung dengan tentara Rusia guna berperang melawan Ukraina.

Bayaran untuk tentara bayaran Wagner Group relatif lebih tinggi daripada legiun asing yang dipekerjakan Kementerian Pertahanan Rusia. Hal ini karena Wagner mensyaratkan pengalaman bertempur.

Aturan Legiun Asing di ASEAN

Di Asia Tenggara, keterlibatan warga negara dalam konflik asing menjadi isu kompleks. Fulcrum melaporkan bahwa ada prajurit dari Indonesia, Filipina, dan Thailand yang terlibat dalam perang di Ukraina. Status mereka terbagi menjadi tentara organik Rusia atau tentara bayaran dengan kontrak. Gaji legiun asing berkisar antara $1,200 hingga $3,000 per bulan (sekitar Rp 19 juta - Rp 49 juta). Bayaran menjadi tentara legiun asing sangat bervariasi tergantung dari pengalaman, tempat penugasan, lama kontrak, hingga pihak yang merekrut.

Berdasarkan hukum internasional, menjadi tentara bayaran bukanlah tindak pidana. Akan tetapi, banyak negara telah menetapkan bahwa warga negaranya yang berpartisipasi dalam konflik asing merupakan tindak pidana. Hukumannya bervariasi mulai dari penjara hingga pencabutan kewarganegaraan.

Legalitas tentara bayaran di Asia Tenggara bervariasi. WNI dapat kehilangan kewarganegaraannya jika bertugas di militer asing tanpa izin presiden. Aturan serupa berlaku di Filipina, sementara di Malaysia belum jelas. Singapura mengkriminalisasi tindakan menjadi tentara di negara asing. Vietnam dapat memenjarakan warganya yang menjadi tentara bayaran di luar negeri.

Thailand dan Kamboja melarang praktik tentara bayaran, tetapi tidak menganggapnya sebagai kejahatan.

Legiun Asing di Pihak Ukraina

Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim bahwa ada warga dari 88 negara yang bergabung sebagai legiun asing di pihak Ukraina. Sejak konflik dimulai, Rusia mengklaim bahwa 13.387 orang asing telah mengangkat senjata atas nama Ukraina dan 5.962 telah hilang dari daftar, bisa karena meninggal atau tertangkap.

Motivasi bergabung dalam legiun asing bervariasi, tetapi faktor ekonomi menjadi yang paling dominan. Ukraina menawarkan gaji $600 hingga $3,300 per bulan, setara dengan gaji tentara Ukraina. Selain itu, bergabung dengan legiun asing dapat mempercepat proses menjadi warga negara Rusia. Motivasi lain termasuk petualangan dan mencari adrenalin dalam pertempuran.