Etika Pemanfaatan AI dalam Pendidikan: Perspektif Praktisi
Batas Optimal Penggunaan AI dalam Dunia Pendidikan: Telaah Seorang Praktisi
Kecerdasan buatan (AI) telah menjelma menjadi kekuatan transformatif di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Kendati demikian, implementasi AI dalam ranah akademis, khususnya di kalangan peserta didik, memunculkan pertanyaan krusial: Sejauh mana AI dapat dimanfaatkan tanpa menggerus esensi dari proses pembelajaran itu sendiri?
Devi Natalia Susanti, seorang pendidik di Sekolah Cikal Amri yang mengampu mata pelajaran Business Management, menawarkan pandangan mendalam mengenai batasan etis dan konstruktif dalam pemanfaatan AI oleh siswa. Menurutnya, kunci utama terletak pada pemahaman bahwa AI adalah alat bantu, bukan pengganti.
Memahami Peran AI Sebagai Asisten, Bukan Pengganti
Devi menekankan pentingnya menanamkan kesadaran kepada siswa bahwa AI adalah instrumen untuk mempermudah, bukan menggantikan proses berpikir kritis dan pemahaman mendalam. Ia juga menyoroti pentingnya integritas akademik dalam penggunaan AI.
"Ketika mereka menggunakan AI untuk membantu mengerjakan tugas, mereka wajib mencantumkannya sebagai sumber referensi yang jelas dan akurat," ujarnya.
Transparansi dalam Pemanfaatan AI
Devi menyarankan agar pemanfaatan AI oleh siswa dibatasi hanya sebagai sumber inspirasi atau referensi ide. Keterbukaan dalam penggunaan AI menjadi krusial, mencakup kapan, di mana, dan bagaimana AI dimanfaatkan dalam proses belajar. Dengan kata lain, siswa perlu secara eksplisit menyatakan bahwa AI digunakan sebagai sumber.
"Misalnya, saat menyusun esai atau jawaban lengkap, AI idealnya hanya berfungsi sebagai sumber ide, bukan untuk menulis keseluruhan konten," jelasnya.
Keseimbangan Antara Kreativitas dan Bantuan AI
Devi mengingatkan agar siswa senantiasa didorong untuk mengembangkan ide secara mandiri dan melakukan eksplorasi kreatif dalam menghasilkan karya. AI dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk menyempurnakan gagasan yang telah dirumuskan secara orisinal.
"Biasanya, siswa melakukan brainstorming ide secara mandiri, melakukan riset, atau berdiskusi. Setelah itu, mereka dapat membandingkannya dengan AI tools. Contohnya, ketika membuat poster bisnis, mereka dapat membuat ide awal dan sketsa mandiri, barulah kemudian diperhalus dengan AI," jelas Devi.
Devi menekankan bahwa alih-alih meminta AI untuk mengerjakan tugas secara keseluruhan, pendekatan kolaborasi antara manusia dan AI akan jauh lebih efektif. Kolaborasi yang dimaksud adalah:
- Memanfaatkan AI untuk mencari ide.
- Melakukan riset yang relevan.
- Mempermudah diskusi.
"Alih-alih menggunakan pendekatan 'AI, kerjakan ini untuk saya' lebih baik menggunakan pendekatan 'kolaborasi manusia-AI'. Tekankan juga kepada siswa bahwa ide dan kreativitas mandiri tidak dapat digantikan oleh AI," pungkasnya.
Dengan penekanan pada etika, transparansi, dan kolaborasi, penggunaan AI dalam pendidikan dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran tanpa mengorbankan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas siswa.