Ratusan Seniman Terkemuka, Termasuk Dua Lipa, Serukan Regulasi AI untuk Lindungi Hak Cipta
Gelombang kekhawatiran melanda industri kreatif Inggris terkait penggunaan kecerdasan buatan (AI). Lebih dari 400 seniman, musisi, dan penulis terkemuka, termasuk Dua Lipa, Sir Elton John, Florence Welch, Paul McCartney dan Sting menyuarakan desakan kepada pemerintah Inggris untuk memperkuat perlindungan hak cipta di era digital ini. Mereka khawatir AI dapat memanfaatkan karya mereka tanpa izin, mengancam mata pencaharian dan merusak nilai seni yang diciptakan manusia. Surat terbuka yang ditujukan kepada Sir Keir Starmer itu berisi ancaman terselubung bahwa para seniman mungkin akan enggan menyerahkan karya mereka ke perusahaan teknologi jika perlindungan yang memadai tidak diberikan.
Para seniman yang tergabung dalam gerakan ini menyerukan amandemen terhadap RUU Data (Penggunaan dan Akses) yang sedang dibahas di parlemen. Mereka mendesak agar pengembang AI diwajibkan untuk bersikap transparan mengenai bagaimana mereka menggunakan materi berhak cipta untuk melatih model AI mereka. Para seniman berpendapat bahwa ketidakjelasan ini membuka pintu bagi eksploitasi karya seni secara masif tanpa kompensasi yang adil bagi para pencipta.
Dalam surat tersebut, para seniman menekankan bahwa industri kreatif adalah mesin penggerak ekonomi dan budaya Inggris. Mereka adalah pencipta kekayaan intelektual, cermin dan promotor identitas nasional, serta inovator masa depan. Mereka berpendapat bahwa AI, meskipun memiliki potensi besar, membutuhkan input dari para seniman untuk berkembang. Tanpa perlindungan hak cipta yang kuat, ekosistem kreatif yang dinamis di Inggris terancam runtuh.
Berikut adalah daftar beberapa seniman yang menandatangani surat tersebut:
- Dua Lipa
- Sir Elton John
- Florence Welch
- Kazuo Ishiguro
- David Hare
- Kate Bush
- Robbie Williams
- Coldplay
- Tom Stoppard
- Richard Curtis
- Paul McCartney
- Sting
Para seniman mendukung amandemen yang diajukan oleh Baroness Beeban Kidron, yang akan memungkinkan pengembang AI dan pemilik hak cipta untuk mengembangkan sistem perizinan yang adil. Sistem ini akan memastikan bahwa konten yang dibuat oleh manusia tetap relevan dan dihargai di masa depan.
Namun, tidak semua pihak sependapat dengan pendekatan ini. Julia Willemyns, dari lembaga pemikir Centre for British Progress, memperingatkan bahwa regulasi yang terlalu ketat dapat menghambat inovasi AI di Inggris. Dia berpendapat bahwa perusahaan asing akan terus menggunakan konten dari industri kreatif Inggris, terlepas dari hukum yang berlaku di dalam negeri. Rezim hak cipta yang ketat justru dapat mendorong pengembangan AI ke luar negeri, merugikan ekonomi Inggris secara keseluruhan.
Perdebatan mengenai regulasi AI dan hak cipta ini semakin intensif menjelang pemungutan suara penting di House of Lords. Hasil pemungutan suara ini akan menentukan arah kebijakan pemerintah Inggris terhadap AI dan dampaknya terhadap industri kreatif.