Moeldoko Soroti Praktik Premanisme yang Menghambat Investasi Otomotif Nasional
Praktik premanisme yang menghantui industri otomotif nasional, khususnya dalam pembangunan pabrik, kembali menjadi sorotan. Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), Moeldoko, mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait masalah ini. Ia menduga, ada kekuatan tersembunyi yang sengaja memelihara kondisi tersebut.
Isu ini mencuat setelah adanya laporan mengenai gangguan yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) terhadap pembangunan pabrik mobil listrik BYD dan VinFast di Subang, Jawa Barat. Kejadian ini bukan hanya menghambat kelancaran proyek, tetapi juga memicu pertanyaan mengenai iklim investasi di Indonesia.
Menurut data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), praktik pemerasan dan intimidasi semacam ini bukanlah fenomena baru. Bahkan, aktivitas ilegal ini sudah berlangsung selama puluhan tahun, tepatnya sejak 27 tahun lalu. Ironisnya, hingga kini, upaya pemberantasan premanisme di sektor otomotif belum membuahkan hasil yang signifikan.
Moeldoko secara implisit menyebutkan adanya tokoh atau bahkan instansi yang memiliki kepentingan dalam melanggengkan praktik premanisme ini. Meskipun enggan mengungkap identitas pihak-pihak tersebut, ia menegaskan bahwa masalah ini sangat kompleks dan melibatkan banyak faktor.
"Ya, itu banyak kepentingan, intinya banyak kepentingan," ujar Moeldoko, mengisyaratkan betapa sulitnya memberantas praktik premanisme yang telah mengakar di industri otomotif.
Moeldoko menekankan dampak negatif premanisme terhadap perekonomian negara. Ia menjelaskan bahwa praktik ini dapat menghambat investasi, mengurangi peluang kerja, dan merugikan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk bertindak tegas dan memberantas segala bentuk premanisme yang menghalangi pembangunan.
"Intinya adalah karena investasi berkaitan dengan ketenagakerjaan, atau angkatan kerja yang setahunnya bisa 2,5 juta orang, siapapun nggak boleh ganggu. Makanya saya bilang, kalau ada preman yang mengganggu (pembangunan pabrik), habisin aja! Berangus!" tegasnya.
Moeldoko menambahkan bahwa kepentingan sekelompok kecil preman tidak boleh mengorbankan kepentingan jutaan orang yang ingin bekerja dan berkontribusi pada pembangunan negara. Ia menyayangkan jika investasi terhambat hanya karena ulah segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.
Sebagai informasi tambahan, pembangunan pabrik mobil listrik BYD di Subang Smartpolitan, Subang, Jawa Barat, menelan investasi sebesar Rp 11,7 triliun. Pabrik ini ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2026.
Sementara itu, VinFast juga tengah membangun pabrik di Subang dengan investasi awal sebesar US$ 200 juta atau sekitar Rp 3,2 triliun. Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 50 ribu unit per tahun dan diperkirakan akan menyerap hingga 3 ribu tenaga kerja. Rencananya, pabrik VinFast akan mulai beroperasi pada kuartal keempat tahun ini dan akan memproduksi mobil listrik dengan setir kanan.
Praktik premanisme di industri otomotif bukan hanya menjadi ancaman bagi investor, tetapi juga mencoreng citra Indonesia sebagai negara tujuan investasi yang aman dan kondusif. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk memberantas premanisme dan menciptakan iklim investasi yang lebih baik.