Mahfud MD Soroti Kompleksitas Pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden: Teori dan Realitas Berbeda
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyoroti mekanisme pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden dalam konteks hukum dan politik Indonesia. Menurutnya, meskipun secara teoritis proses pemakzulan dimungkinkan berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, implementasinya di lapangan menghadapi tantangan yang signifikan.
Mahfud menjelaskan bahwa UUD 1945 mengatur mekanisme impeachment yang melibatkan tiga lembaga negara, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Seorang presiden atau wakil presiden dapat dimakzulkan apabila terbukti melakukan tindakan-tindakan tertentu, seperti:
- Korupsi
- Pengkhianatan terhadap negara
- Penyuapan
- Melakukan kejahatan berat yang ancaman pidananya di atas lima tahun penjara
- Melakukan perbuatan tercela
- Berhalangan tetap untuk melaksanakan tugas jabatannya, misalnya karena sakit permanen yang membuatnya tidak dapat menjalankan tugas selama tiga bulan berturut-turut.
Mahfud menekankan bahwa pembuktian atas dugaan pelanggaran tersebut harus melalui proses persidangan impeachment di DPR. Namun, sidang impeachment membutuhkan kuorum kehadiran dua per tiga dari seluruh anggota DPR agar dapat dinyatakan sah. Ia mencontohkan komposisi kekuatan politik di DPR saat ini, di mana koalisi pendukung pemerintahan memiliki mayoritas yang signifikan. Hal ini, menurut Mahfud, menjadi hambatan tersendiri untuk memenuhi kuorum yang diperlukan untuk menggelar sidang impeachment.
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan bahwa meskipun kuorum di DPR terpenuhi, proses impeachment masih harus melalui tahapan di MK dan MPR. MK bertugas untuk menguji dan mengkonfirmasi kebenaran atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh presiden atau wakil presiden. Namun, MK tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan vonis pemakzulan. Setelah proses di MK selesai, hasil pemeriksaan tersebut dikembalikan ke DPR untuk diperdebatkan kembali.
Keputusan akhir mengenai pemakzulan presiden atau wakil presiden berada di tangan MPR. Namun, Mahfud mengingatkan bahwa MPR tidak serta merta akan menjatuhkan vonis pemakzulan. MPR dapat saja memberikan vonis berupa arahan untuk perbaikan di masa depan.
Pernyataan Mahfud ini muncul di tengah isu yang berkembang mengenai pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Isu ini mencuat setelah Forum Purnawirawan TNI mengusulkan pemakzulan Gibran. Usulan ini didukung oleh sejumlah purnawirawan perwira tinggi TNI, termasuk jenderal, laksamana, marsekal, dan kolonel. Deklarasi Forum Purnawirawan TNI-Polri berisi beberapa poin, termasuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tenaga kerja asing, dan usulan reshuffle terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi. Namun, usulan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu poin yang paling kontroversial.