Usulan Dana Hibah Per KK dari Dedi Mulyadi Dikecam DPRD DKI: APBD Bukan Sekadar Bansos!
Polemik muncul terkait pernyataan Dedi Mulyadi mengenai potensi pembagian dana sebesar Rp 10 juta per kepala keluarga (KK) di Jakarta jika dirinya menjabat sebagai gubernur. Gagasan tersebut menuai kritik tajam dari anggota DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo.
Rio Sambodo menilai bahwa pernyataan Dedi Mulyadi mencerminkan kurangnya pemahaman mendasar mengenai fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurutnya, terdapat perbedaan esensial antara APBD dan bantuan sosial (bansos) yang seharusnya dipahami dengan baik.
"Penting untuk memahami perbedaan antara APBD dan bansos agar tidak terjadi kesalahpahaman," ujar Rio Sambodo, menanggapi pernyataan Dedi Mulyadi yang disampaikan dalam forum Musyawarah Nasional Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSI) 2025 di Bandung.
Dalam forum tersebut, Dedi Mulyadi berpendapat bahwa APBD DKI Jakarta yang mencapai Rp 90 triliun memungkinkan untuk memberikan dana sebesar Rp 10 juta kepada dua juta KK di Jakarta. Dedi mengklaim bahwa alokasi dana tersebut hanya akan menghabiskan Rp 20 triliun, sehingga masih banyak dana tersisa untuk program pembangunan lainnya.
Menanggapi hal ini, Rio Sambodo menjelaskan bahwa meskipun anggaran DKI Jakarta besar, struktur pemerintahan di Jakarta berbeda dengan provinsi lain. Lima kota administrasi dan satu kabupaten di DKI Jakarta tidak memiliki otonomi dan APBD sendiri. Semua kebutuhan wilayah harus dikelola dari satu anggaran terpadu yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Berbeda dengan daerah yang memiliki otonomi daerah, DPRD Kabupaten/Kota bisa mengajukan APBD-nya sendiri," jelas Rio Sambodo. Ia menekankan bahwa APBD dirancang untuk membiayai sektor-sektor vital seperti:
- Pendidikan
- Kesehatan
- Infrastruktur
- Transportasi massal
- Penciptaan lapangan kerja
Rio Sambodo menegaskan bahwa menyederhanakan fungsi APBD hanya menjadi pembagian uang tunai adalah cara pandang yang keliru dan berpotensi membahayakan jika dibiarkan berkembang. Menurutnya, APBD merupakan instrumen untuk mencapai tujuan pembangunan yang adil dan merata, sehingga tidak dapat disamakan dengan bansos.
"Seorang gubernur harus memahami betul fungsi dan tujuan dari APBD, atau setidaknya mampu membedakan antara APBD dan bansos," pungkas Rio Sambodo. Ia berharap agar polemik ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak mengenai pentingnya pengelolaan anggaran yang tepat sasaran dan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan.