Hary Tanoesoedibjo Dimintai Keterangan Terkait Dugaan Pencemaran Lingkungan di Proyek KEK Lido
Kasus dugaan pencemaran lingkungan yang terjadi di kawasan proyek strategis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lido, Jawa Barat, terus bergulir. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) secara intensif melakukan penyelidikan mendalam terkait dugaan pelanggaran lingkungan yang melibatkan proyek prestisius tersebut. Dalam perkembangan terbaru, tokoh pengusaha Hary Tanoesoedibjo, yang juga merupakan pemilik PT MNC Land selaku pengembang proyek KEK Lido, telah dimintai keterangan sebagai saksi oleh pihak KLH.
Menurut Deputi Bidang Penegakan Hukum KLH, Rizal Irawan, pemeriksaan terhadap Hary Tanoesoedibjo berlangsung selama kurang lebih empat jam. Dalam proses tersebut, penyidik mengajukan sebanyak 41 pertanyaan yang berkaitan dengan dugaan pencemaran lingkungan yang terjadi di area proyek KEK Lido. Rizal Irawan menegaskan bahwa hasil investigasi awal menunjukkan adanya indikasi pencemaran air dan tanah di sekitar lokasi proyek. KLH berencana menjatuhkan sanksi administratif serta potensi tuntutan perdata sebagai konsekuensi dari pelanggaran lingkungan yang terbukti.
KLH saat ini tengah menghitung secara rinci kerugian negara yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan serta biaya yang diperlukan untuk proses pemulihan. Selain itu, KLH juga telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebagai langkah awal dalam proses penegakan hukum pidana terkait kasus ini. Rizal Irawan menambahkan bahwa sebanyak 35 saksi telah dimintai keterangan, termasuk perwakilan perusahaan, masyarakat sekitar, ahli lingkungan, serta pejabat pemerintah daerah.
Sebelumnya, KLH telah memasang papan peringatan pengawasan di dua titik strategis di kawasan KEK Lido sebagai bentuk tindakan pengawasan dan pengendalian. Selain itu, KLH juga merekomendasikan penerapan sanksi administratif paksaan pemerintah terhadap proyek tersebut. Tindakan ini didasarkan pada sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain:
- Pasal 74 ayat 1 huruf J Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2024 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022.
- Pasal 499 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
- Pasal 21 ayat 3 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 22 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi Lingkungan Hidup.
Rizal Irawan menjelaskan lebih lanjut mengenai poin-poin sanksi administratif yang akan diterapkan, antara lain:
- Penghentian sementara seluruh kegiatan konstruksi hingga diterbitkannya dokumen lingkungan yang sesuai.
- Kewajiban melakukan perubahan atau penyesuaian terhadap dokumen lingkungan yang ada.
- Kewajiban melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan secara berkelanjutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen lingkungan.
- Kewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan persyaratan dan kewajiban secara berkala setiap enam bulan sekali kepada pihak KLH.
Kasus dugaan pencemaran lingkungan di KEK Lido ini menjadi sorotan publik dan menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menindak tegas pelaku pelanggaran lingkungan, terutama dalam proyek-proyek strategis yang memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan hidup.