Mantan Direktur Anak Perusahaan UGM Diduga Gelapkan Dana Rp 7 Miliar Melalui Pengadaan Fiktif Biji Kakao
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng) tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Pagilaran, dengan inisial RG. PT Pagilaran merupakan anak perusahaan yang dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada (UGM). RG diduga melakukan pengadaan fiktif biji kakao yang merugikan negara hingga Rp 7 miliar.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng, Lukas Alexander, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari program Cocoa Teaching and Learning Industry (CTLI) pada tahun 2019. Dalam menjalankan aksinya, RG diduga memalsukan sejumlah dokumen penting, termasuk nota timbang dan surat pengiriman. Dokumen-dokumen palsu ini digunakan untuk mencairkan dana dari UGM sebesar Rp 7 miliar. Meskipun dana berasal dari UGM, pengelolaan sepenuhnya berada di bawah kendali PT Pagilaran.
"Modus yang dijalankan RG tergolong rapi karena memanfaatkan dokumen-dokumen formal yang lazim digunakan dalam transaksi logistik," ujar Lukas. Namun, penyidikan lebih lanjut mengungkap bahwa tidak ada aktivitas distribusi barang yang sesuai dengan dokumen-dokumen tersebut. Pembayaran tetap dilakukan seolah-olah pengadaan biji kakao benar-benar terjadi. Akan tetapi, setelah dilakukan penelusuran mendalam, tidak ditemukan adanya aktivitas distribusi barang yang dimaksud.
RG diduga kuat sebagai tokoh kunci dalam pembuatan dan pengaturan dokumen fiktif tersebut. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian yang signifikan mencapai Rp 7 miliar. Saat ini, proses penyidikan masih terus berjalan dan telah memeriksa lebih dari 20 orang saksi dari berbagai latar belakang.
"Kami masih terus mendalami peran-peran lain yang mungkin terlibat dalam kasus ini. Siapa pun yang terbukti terlibat berdasarkan bukti yang sah, akan kami proses sesuai dengan hukum yang berlaku," tegas Lukas.
Guna kepentingan penyidikan lebih lanjut, RG telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Semarang selama 20 hari ke depan. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini menjadi perhatian serius Kejati Jateng, yang berkomitmen untuk memberantas korupsi hingga tuntas. Penyidikan akan terus dilakukan secara intensif untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dan membawa mereka ke pengadilan.