Direktur Nonaktif JAK TV Diduga Terlibat Pemufakatan Jahat, Dewan Pers Sayangkan Ketidakhadiran dalam Pemeriksaan

Dewan Pers menyayangkan ketidakhadiran Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV, Tian Bahtiar, dalam proses pemeriksaan terkait dugaan keterlibatannya dalam pemufakatan jahat. Pemanggilan ini telah dilakukan sebanyak dua kali, namun Tian Bahtiar tidak memenuhi panggilan tersebut.

Kasus ini bermula dari dugaan bahwa sejumlah karya jurnalistik yang dihasilkan Tian Bahtiar merupakan hasil kolaborasi terlarang dengan tersangka lain dalam upaya menghalangi proses penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan dalam tiga kasus besar:

  • Dugaan korupsi PT Timah
  • Dugaan impor gula ilegal
  • Dugaan suap dalam penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyatakan kekecewaannya atas ketidakhadiran Tian Bahtiar. Sementara itu, manajemen JAK TV telah memberikan klarifikasi pada tanggal 30 April 2025, dan Kejaksaan Agung juga telah memberikan keterangan kepada Dewan Pers pada tanggal 24 April 2025.

Informasi terbaru menyebutkan bahwa Tian Bahtiar tidak lagi berada di rumah tahanan, melainkan menjadi tahanan kota karena alasan kesehatan. Hasil pemeriksaan internal juga mengungkapkan bahwa Tian Bahtiar memiliki dua peran di JAK TV, yaitu sebagai Direktur Pemberitaan dan tenaga marketing. Kondisi ini diperparah dengan kekurangan personel yang menyebabkan produksi berita terhambat. Tim Redaksi dan Bidang Usaha saat ini hanya ditangani oleh sembilan orang.

Manajemen JAK TV dan dokumen dari Kejaksaan Agung mengindikasikan bahwa kerjasama Tian Bahtiar dengan dua pengacara, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, bersifat pribadi. Tidak ada kontrak kerja sama tertulis antara kedua pengacara dengan JAK TV. Peran JAK TV terbatas pada peliputan dan penyiaran konten seminar melalui televisi, situs web, dan media sosial. Konsep dan materi seminar sepenuhnya dirancang oleh Marcella dan Junaedi sebagai klien.

Proses peliputan seminar hingga penayangan talkshow tidak melalui mekanisme rapat redaksi. Konten, narasumber, dan aspek-aspek terkait seminar dikelola oleh mitra (Marcella dan Junaedi), kemungkinan besar bersama dengan Tian Bahtiar. Diduga, para tersangka menggunakan buzzer untuk menyebarkan narasi negatif yang telah disiapkan.

Atas arahan dalam peliputan konten dan acara tersebut, Tian Bahtiar menerima Rp 478,5 juta. Dewan Pers menilai bahwa konten yang dihasilkan berdasarkan kerjasama pribadi ini bukanlah produk jurnalistik. Kerjasama antara Tian Bahtiar dan para pengacara bersifat personal dan tidak mewakili perusahaan pers, sehingga analisisnya berada di luar kewenangan Dewan Pers.

Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yaitu Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) sebagai advokat, Tian Bahtiar (TB) sebagai Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV, serta M. Adhiya Muzakki, pemimpin tim cyber army yang beranggotakan 150 buzzer. Adhiya Muzakki menerima Rp 864.500.000 dari Marcella Santoso, sementara Tian Bahtiar menerima Rp 478,5 juta dari kedua pengacara. Para tersangka dituduh menyebarkan konten negatif untuk merusak citra Kejaksaan Agung dan menghalangi penanganan perkara yang sedang berlangsung.