Pedagang Kantin Sekolah di Malaysia Keluhkan Pembatasan Produk Jualan

Persaingan usaha di lingkungan sekolah kerap kali diwarnai dinamika tersendiri. Seorang pedagang kantin di Malaysia baru-baru ini mengungkapkan kekecewaannya terkait berbagai aturan yang membatasi jenis makanan yang boleh dijual di kantin sekolah. Pembatasan ini kontras dengan keleluasaan yang dinikmati oleh toko buku sekolah yang menjual berbagai camilan.

Kantin sekolah seharusnya menjadi lahan subur bagi para pedagang makanan. Lokasinya yang strategis, dijangkau oleh siswa dan guru saat jam istirahat atau setelah kegiatan belajar mengajar, menjadikannya potensi pasar yang besar. Namun, pedagang ini merasa terbebani dengan regulasi yang dianggap menghambat usahanya.

Wanita yang identitasnya dirahasiakan itu mengungkapkan bahwa ia telah memenangkan tender untuk mengelola kantin di sebuah sekolah di Malaysia. Dengan biaya sewa lebih dari RM 1.000 per bulan, ia berharap dapat memaksimalkan potensi penjualan kantin tersebut. Namun, harapan itu pupus ketika ia mendapati daftar panjang makanan yang dilarang dijual, termasuk makanan yang populer di kalangan siswa, seperti biskuit, pisang, minuman ringan, kentang goreng, dan ayam goreng.

Ironisnya, toko buku sekolah justru dibebaskan untuk menjual berbagai jenis makanan ringan, mulai dari cokelat, permen, hingga camilan lainnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang standar ganda yang diterapkan oleh pihak sekolah. Pedagang kantin tersebut juga menuturkan bahwa guru seringkali mengizinkan siswa untuk membeli jajanan di toko buku saat perkumpulan pagi.

Merasa diperlakukan tidak adil, pedagang ini mencoba menyampaikan keluhannya kepada pengurus sekolah dan guru besar dari Persatuan Ibu Bapak Guru (PIBG). Namun, laporannya tidak membuahkan hasil. Tidak ada tindakan yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut. Sebaliknya, ia justru merasa menjadi sasaran dan dituduh melakukan berbagai kesalahan.

"Pantaslah penjual sekolah kita dulu mukanya jutek...rupanya banyak menghadapi masalah yang guru dibuat sendiri oleh guru sekolah," ungkap wanita tersebut.

Kisah pedagang kantin ini kemudian viral di media sosial dan menarik perhatian banyak netizen. Sebagian besar netizen memberikan dukungan dan menyarankan agar pedagang tersebut melaporkan masalah ini ke Pejabat Pendidikan Daerah (PDD) setempat atau mempertimbangkan untuk mencari lokasi usaha lain yang lebih fleksibel, seperti kantin rumah sakit yang memiliki aturan yang tidak terlalu ketat.

  • Saran Netizen:
    • Melapor ke Pejabat Pendidikan Daerah (PDD).
    • Mencari lokasi kantin lain dengan aturan yang lebih fleksibel, seperti kantin rumah sakit.

Kasus ini menyoroti kompleksitas dalam pengelolaan kantin sekolah. Di satu sisi, sekolah perlu memastikan kesehatan dan gizi siswa dengan membatasi penjualan makanan yang tidak sehat. Di sisi lain, pembatasan yang terlalu ketat dapat mematikan potensi usaha pedagang kantin dan menciptakan ketidakadilan. Selain itu, pedagang lain mengeluhkan apabila koperasi sekolah diizinkan menjual makanan siap saji, tetapi pedagang kantin tidak diizinkan.