Belasan Entitas Bisnis di Bogor Terancam Sanksi Pembongkaran Akibat Dugaan Pelanggaran Lingkungan

Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengambil tindakan tegas terhadap belasan entitas bisnis di kawasan Puncak, Bogor, terkait dugaan pelanggaran lingkungan yang memicu bencana banjir dan longsor di awal tahun 2025. Sebanyak 12 perusahaan dan satu properti pribadi menghadapi ancaman pembongkaran paksa atas bangunan mereka.

Deputi Bidang Penegakan Hukum (Gakkum) KLH, Rizal Irawan, mengungkapkan bahwa sanksi ini diberlakukan sebagai respons atas dampak negatif yang ditimbulkan oleh keberadaan properti-properti tersebut terhadap lingkungan. Banjir dan longsor yang terjadi di awal 2025 menjadi pemicu utama investigasi dan penindakan yang dilakukan oleh KLH.

"Kami memberikan waktu 30 hari kepada beberapa tenant untuk melakukan pembongkaran secara mandiri. Sebanyak 13 tenant yang bekerja sama operasi (KSO) dengan PTPN I regional 2 wajib membongkar properti mereka," tegas Rizal dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (9/5/2025).

Adapun daftar perusahaan yang terancam sanksi pembongkaran meliputi:

  • CV Mega Karya Anugrah
  • PT Banyu Agung Perkasa
  • CV Sakawayana Sakti
  • PT Farm nature and Rainbow
  • PT Panorama Haruman Sentosa
  • PT Prabu Sinar Abadi
  • PT Tiara Agro Jaya
  • PT Taman Safari Indonesia
  • PT Pelangi Asset International
  • CV Al Ataar
  • PT Bobobox Aset Manajemen
  • CV Regi Putra Mandiri
  • Properti milik Juan Felix Tampubolon

Selain pembongkaran bangunan, pemilik properti juga diwajibkan untuk melakukan pemulihan ekosistem di area yang terdampak dalam waktu 180 hari. Pemulihan ini meliputi penanaman pohon di lahan yang sebelumnya digunakan untuk pembangunan. KLH memberikan peringatan keras bahwa jika pembongkaran tidak dilakukan secara sukarela, pihaknya akan menempuh jalur hukum.

"Paksaan pemerintah wajib dilaksanakan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan. Jika paksaan pemerintah tidak dilaksanakan, penanggung jawab usaha atau kegiatan akan diancam dengan pemberatan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," jelas Rizal.

Menurut Rizal, dari total 33 tenant yang menjalin KSO dengan PTPN I regional 2, sembilan perusahaan masih menunggu proses pencabutan persetujuan lingkungan. Sementara itu, 11 perusahaan lainnya tidak dikenakan sanksi karena belum melakukan aktivitas apapun di kawasan tersebut.

Lebih lanjut, Rizal menjelaskan bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan, lahan di kawasan Puncak tersebut tidak diperuntukkan bagi kegiatan usaha. Selain itu, ditemukan indikasi penggunaan lahan yang melebihi batas izin yang diberikan, yakni dari 160 hektare menjadi 350 hektare.

"Ada tambahan kegiatan yang berdampak pada berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap air hujan. Hal ini menyebabkan banjir, hilangnya tutupan vegetasi, dan tanaman lindung," papar Rizal.

"Pembukaan lahan di kawasan tersebut menyebabkan hilangnya tutupan vegetasi dan terganggunya fungsi hidrologis. Hal ini berdasarkan kajian dari para ahli," imbuhnya, menegaskan dasar ilmiah dari tindakan penegakan hukum yang diambil oleh KLH.