ICW Soroti Ambiguitas Hukum UU BUMN Terkait Status Penyelenggara Negara
Polemik Status Penyelenggara Negara dalam UU BUMN Mencuat, ICW Desak Kepastian Hukum
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan kekhawatiran serius terkait potensi ambiguitas hukum yang ditimbulkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sorotan utama ICW tertuju pada Pasal 3X Ayat (1) dan Pasal 9G UU BUMN yang menegaskan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN tidak dikategorikan sebagai penyelenggara negara. ICW menilai ketentuan ini berpotensi mereduksi makna dan cakupan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (UU PPN KKN).
Menurut ICW, UU PPN KKN secara jelas memasukkan pejabat yang memiliki fungsi strategis dalam penyelenggaraan negara sebagai penyelenggara negara, termasuk direksi, komisaris, dan pejabat struktural BUMN. Ketidakselarasan ini menciptakan ketidakpastian hukum yang signifikan, mengingat UU BUMN tidak secara eksplisit mencabut pasal-pasal terkait dalam UU Keuangan Negara dan UU PPN KKN. ICW khawatir, perbedaan interpretasi ini dapat menimbulkan celah hukum yang dapat dimanfaatkan.
ICW mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mempertimbangkan permohonan uji materiil dan formil terhadap UU BUMN. Mereka berpendapat bahwa UU BUMN berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya terkait jaminan kepastian hukum bagi warga negara. ICW menekankan bahwa pengecualian direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN dari kategori penyelenggara negara dapat menimbulkan kerancuan dan mempersulit penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi.
Implikasi Hukum dan Potensi Pelemahan Pemberantasan Korupsi
Lebih lanjut, ICW menyoroti potensi pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan direksi BUMN. Dengan adanya UU BUMN yang baru, kewenangan KPK untuk menangkap dan memproses hukum direksi BUMN dapat terancam. Pasal 3X Ayat (1) dan Pasal 9G menjadi batu sandungan utama bagi KPK dalam menjalankan tugasnya.
Berikut adalah poin-poin yang menjadi perhatian ICW:
- Ketidakpastian Hukum: Pasal-pasal dalam UU BUMN yang mengatur status penyelenggara negara bertentangan dengan UU PPN KKN, menciptakan kebingungan dan potensi interpretasi yang berbeda.
- Potensi Pelemahan KPK: Kewenangan KPK dalam menangani kasus korupsi di BUMN dapat terhambat akibat pengecualian direksi dari kategori penyelenggara negara.
- Ancaman terhadap Pemberantasan Korupsi: Ketidakjelasan status hukum dapat mempersulit penegakan hukum dan membuka celah bagi praktik korupsi di lingkungan BUMN.
ICW berharap MK dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan kepastian hukum dan menjaga efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia.