Pakar IPB Tawarkan Konsep 'Kelas Garuda' sebagai Alternatif SMA Unggulan
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) berencana mendirikan 40 SMA Unggulan Garuda di seluruh Indonesia, dengan fokus utama pada pendidikan Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM). Inisiatif ini bertujuan untuk mencetak generasi muda yang kompeten di bidang sains dan teknologi.
Rencana ambisius ini menuai beragam tanggapan dari kalangan pemerhati pendidikan. Prof. Sofyan Sjaf, seorang pakar sosiologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), memberikan pandangannya terkait tantangan dan solusi alternatif dalam mewujudkan tujuan tersebut. Menurutnya, pendirian SMA Unggulan Garuda akan menghadapi kendala signifikan, terutama dari segi kelembagaan, infrastruktur, dan anggaran negara.
"Pendirian sekolah baru memerlukan investasi besar dalam hal lahan, bangunan, dan fasilitas pendukung lainnya. Selain itu, adaptasi dan pembentukan struktur organisasi yang efektif juga membutuhkan waktu dan sumber daya," ujar Prof. Sofyan, seperti dikutip dari laman IPB. Ia menambahkan bahwa rencana ini kurang selaras dengan kondisi keuangan negara yang saat ini sedang mengalami pengetatan anggaran.
Sebagai solusi alternatif, Prof. Sofyan mengusulkan pembentukan "Kelas Garuda" di sekolah-sekolah unggulan yang sudah ada. Konsep ini tidak memerlukan pembangunan gedung baru, melainkan memanfaatkan infrastruktur dan sumber daya yang telah tersedia di sekolah-sekolah yang memiliki reputasi dan kualitas pendidikan yang baik.
Konsep Kelas Garuda:
- Pemanfaatan Sekolah Unggulan yang Ada: Mengoptimalkan sekolah-sekolah negeri dan swasta yang telah memiliki reputasi akademik tinggi sebagai basis Kelas Garuda.
- Seleksi Berbasis Bakat dan Minat: Menerapkan sistem seleksi nasional yang berfokus pada bakat dan minat siswa, diikuti dengan penyaringan berdasarkan kemampuan dominan di bidang-bidang seperti matematika, fisika, atau biologi.
- Efisiensi Anggaran: Menghindari pembangunan infrastruktur dari nol dan memfokuskan investasi pada peningkatan fasilitas yang sudah ada, seperti laboratorium dan fasilitas khusus lainnya.
Prof. Sofyan juga menekankan pentingnya memastikan akses yang adil bagi siswa dari keluarga dengan kondisi ekonomi kurang mampu. Ia mengingatkan bahwa pendidikan berkualitas adalah hak semua anak bangsa, tanpa memandang latar belakang ekonomi.
"Kita harus memastikan bahwa anak-anak dari keluarga kelas bawah juga memiliki kesempatan yang sama, melalui proses seleksi yang adil dan transparan," tegasnya. Ia juga menyinggung pentingnya Sekolah Rakyat sebagai implementasi dari pasal 31 UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan.
Menurutnya, dengan sistem seleksi yang ketat, transparan, dan bebas dari praktik nepotisme, Kelas Garuda dapat menjadi solusi strategis dan hemat biaya untuk mencetak generasi emas Indonesia di masa depan.
Sebelumnya, Wakil Mendiktisaintek, Prof. Stella Christie, menanggapi kekhawatiran mengenai potensi munculnya kesan sekolah favorit akibat pendirian SMA Unggulan Garuda. Ia mengajak masyarakat untuk lebih fokus pada kemaslahatan negara dan pembangunan talenta dari semua lapisan masyarakat.
"Tidak ada dikotomi sekolah favorit dan nonfavorit, tetapi yang kita harus pikirkan dalam suatu pembangunan sains dan teknologi dan pembangunan ekonomi negara, kita tentu saja harus membangun talenta dari setiap lapisan. Dari talenta yang di lapisan menengah, juga talenta yang lapisan unggul," jelas Prof. Stella.
Ia menambahkan bahwa pembentukan SMA Unggulan Garuda berada dalam kewenangan Kemendiktisaintek karena keterkaitannya dengan pengembangan sains dan teknologi. Tujuan utamanya adalah untuk meratakan akses terhadap bidang sains dan teknologi bagi semua lapisan masyarakat, sesuai dengan visi Presiden terpilih Prabowo Subianto sejak awal perencanaan program ini.