Era Baru Data Center: Eric Schmidt Mengincar Orbit Luar Angkasa
Perusahaan teknologi dunia tengah berlomba mencari solusi inovatif untuk memenuhi kebutuhan daya yang terus meningkat dari pusat data modern. Sementara beberapa raksasa seperti Microsoft dan Google menjajaki potensi energi nuklir, Eric Schmidt, mantan CEO Google, memiliki visi yang lebih jauh: membangun pusat data di luar angkasa.
Schmidt, kini berada di balik Relativity Space, perusahaan manufaktur kedirgantaraan Amerika Serikat, percaya bahwa permintaan energi untuk pusat data telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dia menyoroti bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir di AS menghasilkan rata-rata 1 gigawatt daya, sementara pusat data modern membutuhkan daya hingga 10 gigawatt, dan diproyeksikan akan terus meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun mendatang. Menurutnya, satu-satunya cara untuk memenuhi permintaan daya yang melonjak ini, terutama di tengah pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI), adalah dengan memanfaatkan energi matahari secara langsung di luar angkasa.
Visi Schmidt ini yang mendasari akuisisi saham mayoritas di Relativity Space pada Maret 2025. Ia melihat potensi besar dalam membangun pusat data yang ditenagai oleh energi matahari di orbit luar angkasa. Meski detail spesifik mengenai bagaimana pusat data ini akan dibangun masih belum diungkapkan, Relativity Space dipandang sebagai salah satu perusahaan yang paling mungkin mewujudkan proyek ambisius ini secara ekonomis.
Alasannya adalah karena jumlah perusahaan antariksa yang memiliki roket besar dan kontrol akses mandiri relatif terbatas. SpaceX dan Blue Origin, yang dimiliki oleh Elon Musk dan Jeff Bezos, mungkin menawarkan layanan peluncuran, tetapi akses dan kendali terhadap misi akan terbatas bagi pihak ketiga seperti Schmidt. Alternatif lain, seperti roket Vulcan dari United Launch Alliance, dianggap terlalu mahal, sementara wahana antariksa Neutron dari Rocket Lab dinilai terlalu kecil untuk mewujudkan ambisi Schmidt.
Relativity Space sedang mengembangkan roket bernama Terran R, yang sebagian komponennya dirancang untuk dapat digunakan kembali. Terran R diharapkan menjadi wahana peluncur yang kuat, mampu mengirimkan 33,5 ton muatan ke orbit rendah bumi dalam mode sekali pakai, atau 23,5 ton dalam mode penggunaan ulang. Namun, mewujudkan visi ini membutuhkan sumber daya yang signifikan. Schmidt, dengan kekayaan pribadi yang diperkirakan mencapai 20 miliar dolar AS, mencari mitra tambahan untuk mendanai Relativity Space. Perlu diingat, kekayaannya jauh di bawah miliarder seperti Elon Musk dan Jeff Bezos, yang memiliki sumber daya yang lebih besar untuk mendukung proyek-proyek antariksa mereka.
Langkah Schmidt ini menandai pergeseran paradigma dalam industri pusat data, dengan mempertimbangkan potensi tak terbatas dari luar angkasa sebagai sumber energi dan lokasi yang ideal untuk infrastruktur digital masa depan. Jika berhasil, inisiatif ini tidak hanya akan memecahkan masalah kebutuhan daya yang semakin meningkat, tetapi juga membuka babak baru dalam eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya luar angkasa.