Penertiban Bangunan Ilegal di Kalimalang Bekasi Picu Konflik Antara Pemerintah dan Pedagang

Rencana Pemerintah Kota Bekasi untuk menertibkan puluhan bangunan di sepanjang bantaran Kalimalang, khususnya di area dekat Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, telah memicu gelombang protes dari para pemilik usaha.

Kebijakan penertiban ini, yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bertujuan untuk menata kawasan tersebut dan mengembalikan fungsi sungai. Namun, langkah ini berbenturan dengan kepentingan para pedagang kecil yang telah lama menggantungkan mata pencaharian mereka di lokasi tersebut.

Petugas Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi, Robin, menyatakan bahwa pihaknya telah memberikan surat peringatan kepada 74 pemilik bangunan liar untuk segera membongkar bangunan mereka sendiri dalam waktu 14 hari. Jika tidak diindahkan, Pemkot Bekasi akan melakukan pembongkaran paksa. Bangunan-bangunan tersebut, yang sebagian besar berupa warung makan, kios minuman, dan lapak pedagang rokok, dianggap ilegal karena berdiri di atas lahan milik Perum Jasa Tirta (PJT).

Namun, para pedagang menolak mentah-mentah rencana tersebut. Kusnan Effendi, Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Koperasi Mulia Sejahtera, berargumen bahwa pada tahun 2016, Wali Kota Bekasi saat itu, Rahmat Effendi, pernah mengeluarkan surat instruksi penataan yang memberikan izin kepada para pedagang untuk berjualan di bantaran Kalimalang. Ia mempertanyakan validitas surat instruksi tersebut dalam konteks hukum saat ini.

Selain itu, Kusnan juga menyoroti kurangnya koordinasi antara Pemkot Bekasi dan para pedagang dalam proses perencanaan penertiban. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang dianggap sepihak dan tidak melibatkan para pedagang dalam обсуждения terkait masa depan mereka. Para pedagang telah menjadwalkan audiensi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi untuk mencari solusi yang adil bagi semua pihak.

Konflik ini menyoroti dilema klasik dalam pembangunan kota: bagaimana menyeimbangkan antara penegakan hukum dan kepentingan publik dengan perlindungan terhadap mata pencaharian masyarakat kecil. Penertiban bangunan liar di bantaran sungai memang penting untuk menjaga kebersihan dan ketertiban lingkungan, namun dampaknya terhadap kehidupan sosial dan ekonomi para pedagang juga tidak boleh diabaikan. Pemkot Bekasi perlu mencari solusi yang win-win solution agar penertiban dapat dilakukan tanpa mengorbankan kesejahteraan warganya.

Berikut adalah poin-poin penting dari situasi ini:

  • Rencana Pembongkaran: Pemkot Bekasi berencana membongkar 74 bangunan liar di bantaran Kalimalang dekat Unisma Bekasi.
  • Alasan Pembongkaran: Bangunan dianggap ilegal karena berdiri di atas lahan PJT dan melanggar aturan tata ruang.
  • Protes Pedagang: Para pedagang menolak pembongkaran karena merasa memiliki hak berdasarkan surat instruksi Wali Kota Bekasi tahun 2016.
  • Kurangnya Koordinasi: Pedagang mengeluhkan kurangnya komunikasi dan koordinasi dari Pemkot Bekasi dalam proses perencanaan pembongkaran.
  • Audiensi: Para pedagang berencana audiensi dengan Sekda Kota Bekasi untuk mencari solusi.
  • Dilema Pembangunan: Konflik ini mencerminkan dilema antara penegakan hukum dan perlindungan mata pencaharian masyarakat kecil.

Penertiban ini bukan hanya sekadar menata fisik, tetapi juga tentang bagaimana memastikan keadilan sosial dan keberlanjutan ekonomi bagi para pedagang yang telah lama menggantungkan hidupnya di bantaran Kalimalang. Pemerintah Kota Bekasi dituntut untuk bertindak bijaksana dan mencari solusi yang berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.