DPR Soroti Penurunan Rasio Pajak Kuartal I-2025, Mendesak Modernisasi Sistem
DPR RI Kritisi Penurunan Rasio Pajak dan Ajukan Sejumlah Rekomendasi
Anggota DPR RI, Kaisar Kiasa Kasih Said Putra, menyoroti penurunan rasio pajak (tax ratio) pada kuartal I-2025. Meskipun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan tren positif dalam pertumbuhan rasio pajak, Kaisar menekankan bahwa rasio tersebut mengalami penurunan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Data menunjukkan penurunan dari 9,77 persen pada kuartal I-2024 menjadi hanya 7,95 persen pada kuartal I-2025.
Kaisar menyampaikan beberapa poin penting untuk meningkatkan rasio pajak yang saat ini mengalami defisit. Ia menekankan perlunya agenda konkret dan menyeluruh, yang meliputi:
- Modernisasi Teknologi: Implementasi sistem inti perpajakan (core tax) harus dipercepat dan dievaluasi secara menyeluruh untuk memastikan dampak signifikan terhadap penerimaan pajak.
- Penyederhanaan Prosedur Layanan: Proses layanan perpajakan harus disederhanakan untuk meningkatkan efisiensi dan kemudahan bagi wajib pajak.
- Peningkatan Kualitas SDM DJP: Peningkatan kompetensi sumber daya manusia di DJP harus menjadi prioritas, terutama di tengah efisiensi anggaran pemerintah.
- Pengawasan Berbasis Data: Pengawasan yang efektif melalui pemanfaatan data yang komprehensif dan penegakan hukum digital.
- Integrasi Data Antarlembaga: Kerja sama dan pertukaran data antarlembaga pemerintah diperlukan untuk tindakan preventif dalam mencari solusi praktis untuk mengatasi defisit dan meningkatkan serapan pajak.
Kaisar juga menyoroti pentingnya meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap pajak melalui edukasi fiskal berbasis literasi publik. Program edukasi ini harus diperluas dengan dukungan sistem digital yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk UMKM. Selain itu, pemberian insentif kepada wajib pajak yang patuh serta penegakan hukum yang adil dan tegas terhadap pelanggar pajak juga perlu ditingkatkan.
Lebih lanjut, Kaisar menekankan bahwa stabilitas ekonomi, politik, dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) merupakan faktor kunci keberhasilan reformasi perpajakan. Stabilitas ini diharapkan dapat menstimulasi investasi padat karya, yang pada gilirannya akan meningkatkan basis pajak nasional.
Peningkatan rasio pajak adalah langkah fundamental menuju kemandirian fiskal. Oleh karena itu, kerja keras DJP perlu diapresiasi, namun tantangan yang ada masih besar. Rasio pajak bukan hanya sekadar angka statistik, tetapi juga mencerminkan kemampuan negara untuk mandiri dalam bidang ekonomi dan membiayai pembangunan secara berkelanjutan. Komisi XI DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal proses reformasi perpajakan agar tetap konsisten, adil, dan berpihak kepada rakyat.
Penerimaan pajak merupakan sumber utama pembiayaan APBN, sehingga kinerjanya sangat krusial dalam menjaga kesinambungan fiskal negara. Kaisar menyayangkan bahwa penerapan sistem inti perpajakan (core tax) belum menunjukkan peningkatan rasio pajak yang signifikan, meskipun secara teori seharusnya demikian. Hingga 31 Maret 2025, kinerja APBN menunjukkan total pendapatan negara sebesar Rp 516,1 triliun, dengan kontribusi terbesar dari sektor perpajakan sebesar Rp 322,6 triliun.
Di sisi lain, total realisasi belanja hingga akhir kuartal I mencapai Rp 620,3 triliun, yang menyebabkan defisit APBN sebesar Rp 104,2 triliun. Untuk menutup defisit tersebut, pemerintah telah melakukan pembiayaan anggaran sebesar Rp 250 triliun.
Kaisar juga menyoroti bahwa rasio penerimaan pajak terhadap PDB Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara maupun G20. Hal ini mengindikasikan adanya tantangan struktural dalam memperkuat basis perpajakan nasional. Ia mengingatkan pemerintah untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap situasi global yang tidak menentu dan gejolak domestik, yang dapat berdampak negatif pada kinerja penerimaan pajak. Tekanan terhadap kelompok menengah-bawah dapat memicu stagnasi atau penurunan tren penerimaan jika tidak diantisipasi dengan baik.
Dalam konteks teori ekonomi publik, rasio pajak mencerminkan kapasitas pemerintah dalam memobilisasi sumber daya domestik tanpa bergantung pada utang. Rasio pajak yang rendah dapat disebabkan oleh tingkat kepatuhan pajak yang rendah, dominasi sektor informal, ketergantungan pada penerimaan tidak berulang, dan kebocoran dalam sistem administrasi perpajakan. Oleh karena itu, Kaisar mendesak pemerintah untuk segera menghadirkan solusi konkret dan terukur untuk mengatasi tantangan ini.