Dua Provinsi Jadi Garda Depan Pemberantasan Truk ODOL: Riau dan Jawa Barat Siap Uji Coba

Pemerintah Indonesia tengah mengintensifkan upaya penertiban truk Over Dimension Over Load (ODOL), yang sering disebut sebagai 'truk obesitas', akibat dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap infrastruktur jalan dan keselamatan pengguna jalan. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menetapkan dua provinsi sebagai lokasi percontohan untuk program penanganan truk ODOL ini, yaitu Riau dan Jawa Barat.

Menteri Perhubungan, Dudy Purwagandhi, mengungkapkan bahwa inisiatif ini muncul setelah pertemuan dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat dan Riau. Kedua provinsi tersebut secara sukarela menawarkan diri untuk menjadi lokasi pilot project dalam upaya menanggulangi masalah truk ODOL. Penawaran ini didasari oleh permasalahan spesifik yang dihadapi masing-masing daerah akibat keberadaan truk-truk tersebut.

"Kami telah berdiskusi dengan Gubernur Jawa Barat, dan beliau menawarkan Jawa Barat sebagai pilot project penanganan ODOL. Demikian pula, dalam pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Riau, termasuk para bupati, mereka menunjukkan komitmen kuat untuk segera menyelesaikan masalah ODOL dan bersedia menjadi lokasi pilot project," ujar Dudy di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (8/5/2025).

Alasan pemilihan kedua provinsi ini pun berbeda. Jawa Barat menghadapi permasalahan utama terkait keselamatan lalu lintas yang disebabkan oleh truk ODOL, sementara Riau lebih merasakan dampak kerusakan jalan yang signifikan akibat beban berlebih yang diangkut oleh truk-truk tersebut. "Jawa Barat mengalami masalah kecelakaan, sementara Riau mengalami kerusakan jalan. Itulah sebabnya kedua provinsi ini secara sukarela menawarkan diri sebagai lokasi pilot project," jelas Dudy.

Implementasi program ini akan melibatkan penempatan alat pengukur berat truk di lokasi-lokasi strategis. Langkah ini, menurut Dudy, sudah mulai diterapkan di Jawa Barat sebagai upaya preventif. "Dalam pilot project ini, seperti yang sudah berjalan di Jawa Barat, kita menempatkan alat pengukur di wilayah-wilayah tertentu. Tujuannya adalah agar truk-truk tersebut tidak langsung masuk ke jalan. Kita cegah dari hulunya. Jika dari hasil penimbangan diketahui bahwa truk tersebut melebihi berat atau dimensi yang diizinkan, maka kita cegah untuk masuk ke jalan," terangnya.

Dudy menyadari bahwa kebijakan ini berpotensi menimbulkan keberatan dari kalangan pengusaha, termasuk sektor logistik. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah telah memberikan kelonggaran waktu yang cukup lama terkait penerapan aturan zero ODOL. Awalnya, aturan ini direncanakan untuk diterapkan pada tahun 2023. "Mungkin ada yang keberatan. Tapi sebenarnya ini sudah lama. Seharusnya kan 2023 sudah zero ODOL. Jadi, kita sebenarnya sudah memberikan relaksasi yang cukup lama kepada perusahaan. Ini yang kita coba terapkan lagi, bahwa kebijakan zero ODOL ini akan kita lakukan," tegasnya.

Lebih lanjut, Dudy menekankan bahwa keselamatan jiwa manusia tidak dapat dikompromikan dengan pertimbangan ekonomi. Ia menargetkan pembahasan terkait aturan Zero ODOL ini dapat diselesaikan pada tahun ini. "Kita jangan mempertentangkan perhitungan ekonomi dengan nyawa manusia. Tentu kita tidak ingin nyawa manusia dihitung dengan angka. Tidak ada angka yang sepadan dengan nyawa manusia. Secepat mungkin (selesai). (Tahun ini bisa) mungkin saja," jelas Dudy.

Pemerintah, kata Dudy, sangat serius dalam menertibkan truk ODOL. Saat ini, pembahasan kebijakan-kebijakan teknis terkait hal ini terus dilakukan di setiap kementerian terkait. "Masing-masing kementerian akan memberikan kebijakan-kebijakan terkait ODOL. Ini akan lebih teknis lagi. Misalnya, apakah Kementerian Perhubungan perlu mengeluarkan ketentuan-ketentuan lain, atau mungkin Kementerian Perindustrian berkaitan dengan dimensinya. Itu akan kita bahas secara detail," pungkasnya.