Indonesia Jajaki Kemitraan Strategis dengan Norwegia untuk Optimalkan Perdagangan Karbon Global
Indonesia tengah memperluas cakupan kerja sama internasional di bidang perdagangan karbon, salah satunya dengan menjajaki kemitraan strategis dengan Norwegia. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk meningkatkan nilai dan volume perdagangan karbon Indonesia di pasar global.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan bahwa inisiatif kerja sama ini akan diwujudkan melalui Persetujuan Saling Pengakuan (Mutual Recognition Agreement/MRA). Selain Norwegia, beberapa negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, dan Denmark juga menunjukkan minat untuk menjalin kerja sama serupa dengan Indonesia. Skema-skema yang telah mapan seperti Vierra dan Plan Vivo juga menjadi pertimbangan dalam pengembangan kerja sama ini.
Salah satu poin penting yang ditekankan oleh Menteri Hanif adalah validitas Sertifikasi Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI) di pasar karbon internasional. Ia menegaskan bahwa SPEI akan diakui dan berlaku di semua negara yang terlibat dalam kerja sama perdagangan karbon dengan Indonesia.
Sebelumnya, Indonesia telah menjalin MRA dengan Jepang, yang diumumkan pada Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan pada tahun 2024. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup juga telah menandatangani MRA dengan Gold Standard Foundation untuk memperluas akses pasar karbon. Tujuan utama dari kerja sama ini adalah untuk saling mengakui upaya pengurangan emisi karbon melalui SPEI dan Gold Standard for the Global Goals (GS4GG).
Kemitraan strategis ini diharapkan dapat mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, yang merupakan komitmen negara dalam upaya mitigasi perubahan iklim. MRA bukan hanya sekadar perjanjian formal, tetapi juga merupakan terobosan penting untuk membuka peluang bagi proyek-proyek karbon Indonesia untuk memasuki pasar internasional.
Pemerintah Indonesia juga tengah mempersiapkan skema pajak perdagangan karbon yang akan diajukan kepada Kementerian Keuangan. Setiap transaksi karbon diwajibkan untuk dilakukan melalui Sistem Registri Nasional dan diperdagangkan di pasar dalam negeri. Selain itu, semua pembeli karbon juga harus mematuhi regulasi yang berlaku di Indonesia.
"Kami akan mengusulkan kembali ke Kementerian Keuangan untuk menentukan usahanya, besarnya perdagangan karbon yang tax based atau berdasarkan teknologi atau natural based," jelas Menteri Hanif.
Berikut adalah poin-poin penting terkait dengan upaya Indonesia dalam mengembangkan perdagangan karbon:
- Kerja Sama Internasional: Menjalin kemitraan strategis dengan berbagai negara, termasuk Norwegia, Korea Selatan, Jepang, dan Denmark, melalui MRA.
- Validitas SPEI: Memastikan Sertifikasi Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI) diakui dan berlaku di pasar karbon internasional.
- Pencapaian Target NDC: Mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.
- Skema Pajak Karbon: Mempersiapkan skema pajak perdagangan karbon yang akan diajukan kepada Kementerian Keuangan.
- Regulasi Pasar Karbon: Mewajibkan transaksi karbon dilakukan melalui Sistem Registri Nasional dan mematuhi regulasi Indonesia.