Ironi Industri Tekstil: Buruh di Karanganyar Terima Upah Simbolis Setelah Puluhan Tahun Mengabdi

Kisah pilu menghampiri sejumlah pekerja sektor tekstil di Karanganyar, Jawa Tengah, sebuah wilayah yang dikenal dengan denyut nadi industrinya. Setelah mengabdikan diri selama puluhan tahun, mereka kini menghadapi kenyataan pahit dengan menerima upah yang jauh dari kata layak, bahkan hanya bernilai simbolis, yakni Rp 1.000 per bulan. Kondisi ini mencuat setelah para pekerja dirumahkan tanpa kejelasan status, menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen perusahaan terhadap kesejahteraan tenaga kerjanya.

Sugiyatmo, seorang pekerja berusia 50 tahun, menjadi salah satu korban dari kebijakan yang dianggap tidak manusiawi ini. Ia telah mendedikasikan dirinya sejak tahun 1993 di sebuah perusahaan tekstil di Karanganyar. Namun, sejak dirumahkan pada Juli 2024, Sugiyatmo hanya menerima transfer bulanan sebesar Rp 1.000 ke rekeningnya. Kekecewaan mendalam dirasakan Sugiyatmo, mengingat pengabdiannya selama lebih dari tiga dekade. Ia menyayangkan perlakuan perusahaan yang dinilai tidak adil, terutama setelah ia bekerja tanpa cela selama bertahun-tahun.

Kasus serupa juga menimpa Bakdi, seorang pekerja bagian weaving di perusahaan tekstil lain yang berlokasi di Jati, Jaten, Karanganyar. Setelah hampir 30 tahun bekerja sejak 1995, Bakdi juga dirumahkan sejak Februari 2025 tanpa surat pemberhentian resmi, dan menerima gaji Rp 1.000. Bakdi mengungkapkan bahwa sekitar 200 pekerja lainnya mengalami nasib serupa, dengan mayoritas telah bekerja selama dua hingga tiga dekade. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Bakdi kini terpaksa beralih profesi menjadi buruh bangunan.

Laporan mengenai situasi ini telah disampaikan kepada Dinas Perdagangan Perindustrian Tenaga Kerja (Disperinaker) Karanganyar. Namun, pihak personalia perusahaan berdalih bahwa pembayaran Rp 1.000 dilakukan semata-mata agar rekening para buruh tetap aktif dan tidak diblokir oleh bank. Alasan ini tidak memuaskan Sugiyatmo dan rekan-rekannya, sehingga mereka memutuskan untuk menggugat perusahaan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Gugatan mereka dikabulkan oleh hakim, yang memerintahkan perusahaan untuk membayar hak-hak pekerja. Meskipun demikian, eksekusi putusan masih menunggu, karena perusahaan diberikan waktu 14 hari untuk memberikan tanggapan.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli angkat bicara mengenai kasus ini dan menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia menyatakan bahwa proses pemantauan dan penanganan sudah berjalan di tingkat daerah. Kementerian Ketenagakerjaan berjanji akan memastikan hak-hak pekerja dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pihaknya sedang mengumpulkan informasi lengkap dan akan menindak tegas jika ditemukan adanya pelanggaran ketenagakerjaan. Menteri Yassierli juga menekankan bahwa efisiensi tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan hak-hak dasar buruh. Ia juga meminta perusahaan untuk segera memberikan kejelasan status kerja kepada para karyawan yang dirumahkan. Jika perusahaan tidak dapat mempekerjakan mereka lagi, maka perusahaan wajib menyelesaikan hak-hak mereka sesuai dengan prosedur yang berlaku. Menteri Yassierli mengecam tindakan perusahaan yang menggantung nasib buruh tanpa kepastian dan hanya memberikan gaji simbolis sebesar seribu rupiah, yang dinilai tidak manusiawi.