Indonesia Terlibat Uji Klinis Vaksin TBC: Upaya Strategis Selamatkan Nyawa, Bukan Eksploitasi

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin baru-baru ini meluruskan kekhawatiran publik mengenai partisipasi Indonesia dalam uji klinis vaksin tuberkulosis (TBC). Menepis anggapan bahwa Indonesia hanya menjadi objek uji coba, Budi menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional berbasis ilmiah untuk memerangi penyakit mematikan tersebut.

Penjelasan ini muncul sebagai respons atas pertanyaan terkait alokasi dana hibah sebesar Rp 2,6 triliun yang sebagian dialokasikan untuk mendukung uji klinis vaksin TBC. Menkes Budi menekankan bahwa vaksinasi telah terbukti efektif dalam mengendalikan penyakit menular, mencontohkan keberhasilan penanganan cacar dan Covid-19 melalui program vaksinasi. TBC, menurutnya, tetap menjadi ancaman global yang signifikan, dengan angka kematian yang mengkhawatirkan.

TBC di Indonesia: Ancaman Nyata

Menurut data yang ada, TBC menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi setelah pandemi Covid-19 mereda. Secara global, TBC merenggut nyawa satu juta orang setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, sekitar 100.000 jiwa meninggal dunia akibat penyakit ini. Artinya, setiap lima menit, dua warga Indonesia meninggal dunia akibat infeksi TBC. Fakta ini menjadi dasar urgensi untuk mencari solusi efektif, termasuk melalui pengembangan dan uji klinis vaksin baru.

Uji Klinis Fase Tiga: Keamanan Terjamin

Menanggapi kekhawatiran terkait keamanan, Menkes Budi menjelaskan bahwa vaksin TBC yang saat ini menjalani uji klinis fase tiga telah melewati serangkaian pengujian ketat. Fase ini fokus pada pengujian efektivitas vaksin setelah fase sebelumnya memastikan keamanannya.

"Ini bukan sekadar menyuntikkan cairan ke tubuh seseorang. Ini adalah uji klinis fase tiga, yang berarti keamanannya sudah terbukti. Sekarang kita menguji efektivitasnya," ujarnya.

Uji efektivitas ini perlu dilakukan pada berbagai populasi dengan latar belakang genetik yang berbeda. Indonesia dipilih sebagai lokasi uji klinis karena keragaman genetik populasinya dan beban penyakit TBC yang tinggi.

"Uji klinis ini tidak dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Para ahli dari UI dan UNPAD memimpin studi ini. Prosesnya ilmiah dan transparan," tambahnya.

Manfaat Strategis Bagi Indonesia

Keikutsertaan Indonesia dalam uji klinis ini memberikan sejumlah keuntungan strategis. Jika vaksin terbukti efektif, Indonesia akan menjadi salah satu negara pertama yang mendapatkan akses. Pengalaman serupa terjadi selama pandemi Covid-19, di mana negara-negara yang berpartisipasi dalam uji klinis vaksin mendapatkan akses lebih awal.

Selain itu, keterlibatan ini juga memberikan manfaat bagi industri farmasi dalam negeri. Jika berhasil, Bio Farma berpotensi memproduksi vaksin ini dalam skala besar. Hal ini akan meningkatkan kemandirian Indonesia dalam penyediaan vaksin TBC dan bahkan berpotensi menjadi pengekspor vaksin ke negara lain.

Menkes Budi menekankan bahwa anggapan bahwa Indonesia dijadikan kelinci percobaan adalah tidak tepat. Justru dengan berpartisipasi aktif, Indonesia memiliki kesempatan untuk mendapatkan akses awal ke vaksin yang efektif dan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri. Ia mengajak masyarakat untuk melihat uji klinis ini sebagai peluang, bukan ancaman, dalam upaya bersama memerangi TBC.