DPR Akan Investigasi Pengelolaan Dana Pensiun BUMN yang Diduga Bermasalah

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi VI berencana memanggil Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) guna mengklarifikasi dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana pensiun sejumlah perusahaan pelat merah. Langkah ini diambil menyusul aduan dari perwakilan pensiunan BUMN yang menyoroti penyaluran dana pensiun untuk pendirian anak perusahaan, seperti yang terjadi di PT Pertamina dan PT Timah.

"Komisi VI akan mengundang pihak-pihak terkait, termasuk Kementerian BUMN, PT Timah, dan Pertamina, untuk memberikan penjelasan rinci," ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Adisatrya Suryo Sulisto, dalam keterangan persnya. Ia menekankan bahwa isu ini memicu kecurigaan akan adanya pelanggaran prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan kurangnya transparansi dalam pemanfaatan dana yang seharusnya menjadi hak para pensiunan. Pemerintah dan DPR memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa dana pensiun tidak disalahgunakan dan dikelola secara optimal demi kesejahteraan para penerima manfaat.

Sorotan khusus ditujukan pada dugaan penggunaan dana pensiun sebesar Rp 230 miliar yang dialokasikan sebagai modal awal untuk pembentukan PT Pertamina Saving and Investment (PSI), yang kini berganti nama menjadi PT Pertamina Trust Fund Ventures (PTFV). Menurut laporan yang diterima, permasalahan yang dikeluhkan para pensiunan bukan hanya terkait dengan besaran dana pensiun yang diterima, melainkan lebih kepada transparansi pengelolaan dana pensiun itu sendiri.

Menurut informasi, permasalahan ini belum pernah diajukan gugatan hukumnya hingga tingkat Mahkamah Agung. Hal ini menjadi pertanyaan yang akan diklarifikasi dalam rapat lanjutan. "Dana pensiun adalah amanah yang harus dijaga dan dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku," tegasnya.

Sebelumnya, Persatuan Pensiunan Badan Usaha Milik Negara Strategis (P2BUMNS) telah menyampaikan aduan terkait dugaan penggelapan hasil tabungan pegawai dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan. Mereka mengklaim bahwa dana pensiun anggota digunakan untuk pengembangan anak perusahaan BUMN. Presiden P2BUMNS, Ahmad Daryoko, menjelaskan bahwa permasalahan ini berawal dari Surat Keputusan (SK) yang menyatakan adanya tambahan pendapatan bagi pegawai BUMN sekitar Rp 50 juta per orang. Tambahan ini diberikan sebagai respons terhadap lonjakan harga minyak yang disertai dengan peningkatan produksi. Namun, dana tersebut baru dapat dicairkan saat pensiun, dan kemudian dialihkan untuk pembentukan anak perusahaan. "Ini murni bisnis untuk membentuk usaha. Di situlah awal mula dugaan penggelapan terjadi," ungkap Daryoko.

Berikut poin-poin penting yang menjadi sorotan:

  • Dugaan Penyimpangan: Dana pensiun BUMN diduga disalurkan untuk pembentukan anak perusahaan.
  • Kekhawatiran Pensiunan: Perwakilan pensiunan BUMN mempertanyakan transparansi dan tata kelola dana pensiun.
  • Investigasi DPR: Komisi VI DPR RI berencana memanggil Kementerian BUMN dan pihak terkait untuk klarifikasi.
  • Penggunaan Dana: Dana pensiun sebesar Rp 230 miliar diduga digunakan untuk modal awal PT Pertamina Saving and Investment (PSI).
  • Aduan P2BUMNS: Persatuan Pensiunan BUMN Strategis (P2BUMNS) melaporkan dugaan penggelapan tabungan pegawai.
  • Tambahan Pendapatan: Pegawai BUMN menerima tambahan pendapatan Rp 50 juta yang dialihkan untuk pembentukan anak perusahaan.
  • Transparansi: Fokus utama bukan hanya besaran pensiun, tetapi juga transparansi pengelolaan dana.
  • Amanah: Dana pensiun adalah amanah yang harus dikelola sesuai ketentuan.