Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Pengusaha Serukan Intervensi Pemerintah

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 menunjukkan perlambatan signifikan, memicu kekhawatiran di kalangan pengusaha. Dengan angka pertumbuhan hanya mencapai 4,87%, para pelaku usaha mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna memulihkan dan mempercepat laju ekonomi.

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi), Akbar Himawan Buchari, dalam keterangan persnya, menyoroti bahwa penurunan kinerja konsumsi menjadi faktor utama penyebab kondisi ini. Ia menjelaskan bahwa pengeluaran konsumsi pemerintah, yang sebelumnya menjadi pendorong utama pertumbuhan, mengalami kontraksi yang signifikan. Pada kuartal I 2024, komponen ini tumbuh 20,44%, namun pada periode yang sama tahun 2025 justru mengalami penurunan sebesar 1,38%.

Selain itu, Akbar juga menyoroti perlambatan pada pengeluaran konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT), yang hanya tumbuh 3,07% pada kuartal I 2025, jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 24,14% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) juga mengalami penurunan, menjadi 4,89% dari 4,91%. Padahal, PKRT menyumbang lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I 2025, yakni mencapai 54,53%.

"Konsumsi rumah tangga yang kontribusinya lebih dari 50% justru melambat," tegas Akbar. "Komponen pengeluaran kita terseok-seok, sehingga membebani pertumbuhan ekonomi."

Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya angka pengangguran. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah pengangguran meningkat sebanyak 82 ribu orang atau 1,11% sejak Februari 2024, sehingga total mencapai 7,28 juta orang.

Akbar juga menyinggung indikasi pelemahan ekonomi yang terlihat selama periode Idul Fitri. Penurunan jumlah pemudik sebesar 24% dan penurunan perputaran uang hingga 12,28% menunjukkan bahwa daya beli masyarakat sedang menurun.

"Artinya, masyarakat memang tidak memegang uang. Kalaupun ada, ya sedikit. Sehingga mereka menahan untuk membelanjakannya. Tanpa momen Lebaran, sudah pasti ekonomi kuartal I 2025 tumbuh lebih lambat dari 4,87%," ungkapnya.

Menanggapi situasi ini, Akbar mendesak pemerintah untuk segera melakukan perbaikan menyeluruh terhadap iklim investasi, termasuk melakukan deregulasi secara masif. Langkah ini diharapkan dapat menarik investasi baru dan mendorong pertumbuhan investasi yang sudah ada.

"Saat ini, yang lebih diutamakan adalah realokasi sumber daya program berorientasi jangka pendek yang berdampak langsung bagi penciptaan lapangan kerja dan daya beli masyarakat. Percepatan belanja Pemerintah menjadi harga mati untuk menstimulus ekonomi," pungkasnya.