Rahasia Haenyeo: Mengungkap Adaptasi Genetik dan Budaya Penyelam Wanita Pulau Jeju

Misteri Penyelam Wanita Jeju: Kombinasi Genetik dan Tradisi Turun Temurun

Profesi haenyeo, penyelam wanita dari Pulau Jeju, Korea Selatan, kembali mencuri perhatian publik setelah menjadi latar belakang serial drama populer 'When Life Gives You Tangerine'. Lebih dari sekadar daya tarik budaya, kemampuan luar biasa para haenyeo menyelam bebas ke kedalaman laut tanpa alat bantu pernapasan telah lama menjadi objek penelitian para ilmuwan.

Para haenyeo menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari untuk mengumpulkan hasil laut seperti abalon dan bulu babi dari dasar laut. Mereka mampu menyelam hingga kedalaman 18 meter, sering kali selama empat hingga lima jam. Keunikan profesi ini adalah bahwa keterampilan menyelam diwariskan secara matrilineal, dari ibu ke anak perempuan, sejak usia dini. Bahkan, mereka tetap menyelam selama masa kehamilan dan di usia senja. Ketangguhan ini mendorong para peneliti untuk mencari tahu faktor-faktor yang memungkinkan mereka melakukan hal tersebut.

Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Cell Reports menyoroti adanya perbedaan genetik unik pada haenyeo yang memungkinkan mereka mengatasi stres fisiologis saat menyelam bebas. Tim peneliti dari Korea Selatan, Denmark, dan Amerika Serikat melakukan penelitian untuk menguji apakah kemampuan haenyeo merupakan hasil dari DNA khusus, pelatihan seumur hidup, atau kombinasi keduanya.

Studi tersebut melibatkan 30 haenyeo, 30 wanita non-penyelam dari Jeju, dan 31 wanita dari daratan Korea Selatan. Para peneliti mengukur detak jantung, tekanan darah, dan ukuran limpa peserta, serta menganalisis genom mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa penduduk Jeju, baik penyelam maupun bukan, memiliki kemungkinan empat kali lebih besar untuk memiliki varian genetik yang terkait dengan tekanan darah rendah dibandingkan dengan penduduk daratan Korea.

Para ilmuwan berteori bahwa tekanan darah cenderung meningkat saat menyelam. Akan tetapi, tekanan darah penduduk Jeju tidak meningkat secara signifikan. Sifat ini diperkirakan telah berevolusi untuk melindungi janin selama kehamilan, mengingat para haenyeo terus menyelam bahkan saat hamil. Tekanan darah tinggi selama kehamilan dapat membahayakan janin. Penelitian juga menemukan bahwa peserta Jeju lebih mungkin memiliki variasi genetik yang berhubungan dengan toleransi terhadap dingin dan rasa sakit, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan ini dengan kemampuan menyelam haenyeo di musim dingin.

Selain faktor genetik, studi tersebut juga menemukan bahwa haenyeo memiliki detak jantung yang lebih lambat dibandingkan wanita non-penyelam selama pengujian. Hal ini membantu mereka menghemat oksigen selama penyelaman.

Namun, tradisi haenyeo menghadapi tantangan. Generasi muda kurang tertarik untuk meneruskan tradisi ini, sehingga populasi haenyeo saat ini didominasi oleh wanita berusia 70 tahun ke atas. Dikhawatirkan bahwa tradisi ini mungkin akan hilang dalam beberapa generasi mendatang.

Penelitian tentang haenyeo tidak hanya mengungkap adaptasi biologis yang luar biasa, tetapi juga menyoroti pentingnya warisan budaya dan tradisi dalam membentuk kemampuan manusia. Temuan ini berpotensi mengarah pada pengembangan pengobatan yang lebih baik untuk gangguan tekanan darah dan pemahaman yang lebih mendalam tentang adaptasi manusia terhadap lingkungan ekstrem.

  • Adaptasi Genetik
  • Pelatihan Fisik
  • Tradisi Matrilineal
  • Ancaman Kepunahan