Jerman Perketat Perbatasan: Pembatasan Penerimaan Pencari Suaka Diperketat di Tengah Kekhawatiran Migrasi

Kanselir Jerman, Friedrich Merz, mengumumkan langkah-langkah tegas untuk memperketat kontrol perbatasan dan mengurangi jumlah pencari suaka yang diterima di negara itu. Kebijakan ini merupakan respons terhadap meningkatnya kekhawatiran publik mengenai imigrasi ilegal dan popularitas partai anti-imigrasi Alternative für Deutschland (AfD).

Merz telah berkomunikasi dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Polandia Donald Tusk sebelum mengumumkan kebijakan baru ini. Ia menekankan bahwa langkah-langkah ini bersifat sementara dan diperlukan mengingat tingginya tingkat migrasi ilegal di Uni Eropa.

Pemerintah Jerman telah menginstruksikan petugas perbatasan untuk menolak masuk migran yang tidak memiliki dokumen yang sah, termasuk pencari suaka. Menteri Dalam Negeri Alexander Dobrindt menjelaskan bahwa pengecualian akan diberikan kepada kelompok rentan seperti wanita hamil dan anak-anak.

Kebijakan baru ini membatalkan keputusan tahun 2015, ketika Jerman menerima lebih dari satu juta imigran, terutama dari Suriah dan Afganistan. Untuk mendukung implementasi kebijakan ini, pemerintah akan menambah jumlah petugas polisi federal di perbatasan. Dilaporkan bahwa ribuan petugas tambahan akan dikerahkan untuk memperkuat pengawasan.

Kepala Kepolisian Jerman, Andreas Rosskopf, mengonfirmasi bahwa penguatan personel di perbatasan telah dimulai sesuai dengan instruksi pemerintah. Menteri Dobrindt menekankan bahwa tujuan kebijakan ini adalah untuk menyeimbangkan rasa kemanusiaan dengan ketertiban dalam pengelolaan migrasi.

Langkah-langkah baru ini telah menuai kritik dari beberapa negara tetangga. Swiss menyatakan penyesalannya atas implementasi kebijakan tanpa konsultasi sebelumnya. Perdana Menteri Polandia Donald Tusk mendesak Jerman untuk fokus pada pengamanan perbatasan eksternal Uni Eropa dan menjaga zona Schengen.

Merz menegaskan bahwa Jerman akan menerapkan kebijakan migrasi yang lebih ketat dengan cara yang tidak akan menimbulkan masalah bagi negara-negara tetangga. Ia juga menekankan pentingnya menyelesaikan masalah migrasi bersama dengan negara-negara Uni Eropa lainnya.

Di dalam negeri, Merz berpendapat bahwa tindakan tegas diperlukan untuk mengatasi kekhawatiran pemilih dan menghentikan kebangkitan AfD. Partai tersebut telah meraih dukungan yang signifikan dalam pemilu baru-baru ini dan terus mengalami peningkatan popularitas dalam jajak pendapat.

Kebijakan pengetatan imigrasi ini merupakan bagian dari perjanjian koalisi antara CDU/CSU dan SPD. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa semua orang yang tiba di perbatasan Jerman tanpa dokumen akan ditolak masuk, termasuk mereka yang mengajukan suaka. Poin ini telah memicu kontroversi, karena beberapa anggota SPD khawatir bahwa kebijakan tersebut mungkin tidak sesuai dengan hukum Uni Eropa.

Perjanjian koalisi juga menyebutkan bahwa pemeriksaan perbatasan yang ditingkatkan akan tetap diberlakukan hingga perlindungan efektif terhadap perbatasan eksternal UE tercapai. Merz menjadikan penindakan terhadap migrasi ilegal sebagai tema utama kampanyenya.

Badan intelijen dalam negeri Jerman, BfV, telah menyatakan AfD sebagai organisasi ekstrem kanan. Penetapan itu didasarkan pada laporan internal BfV yang menyoroti agitasi terus-menerus partai tersebut terhadap migran, pengungsi, dan muslim. Laporan itu juga menyoroti penggunaan slogan "remigrasi" oleh tokoh-tokoh AfD, yang merujuk pada deportasi massal terhadap warga asing.

Langkah BfV itu memicu seruan baru untuk melarang partai tersebut, serta memicu reaksi keras dari AfD, yang telah mengajukan gugatan hukum terhadap penetapan itu.

Dengan kebijakan baru ini, Jerman menunjukkan tekadnya untuk menghadapi tantangan migrasi dan mengatasi kekhawatiran publik. Namun, efektivitas dan implikasi jangka panjang dari langkah-langkah ini masih harus dilihat.