Strategi Kementerian Keuangan Pacu Penerimaan Negara Bukan Pajak di Tengah Tantangan Baru
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah berupaya keras untuk mendongkrak Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2025, seiring dengan target ambisius yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp 513,6 triliun. Upaya ini dilakukan di tengah tantangan baru, terutama setelah hilangnya potensi PNBP dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) sejak Februari lalu, akibat pengalihan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa Kemenkeu telah merancang empat strategi utama untuk mencapai target PNBP. Strategi tersebut meliputi:
- Peningkatan Tata Kelola: Memperbaiki dan menyelaraskan kebijakan tarif PNBP di sektor Sumber Daya Alam (SDA), termasuk mineral dan batu bara, kehutanan, perikanan, dan panas bumi.
- Peningkatan Kepatuhan dan Perluasan Basis Penerimaan: Memperkuat proses bisnis dan menjalankan program kolaborasi (joint program) untuk meningkatkan rasio pendapatan negara. Program ini melibatkan sinergi antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk memantau kepatuhan pajak, kepabeanan, dan PNBP, terutama bagi eksportir.
- Insentif PNBP yang Terukur: Memberikan insentif yang terukur untuk mendorong peningkatan PNBP.
- Penguatan Sumber Daya dan Organisasi: Meningkatkan kapasitas organisasi melalui pengembangan Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Online (Simponi) v2, memperkuat organisasi untuk menggali potensi dan pengawasan, serta melaksanakan program secondment.
Suahasil menekankan pentingnya strategi-strategi ini sebagai upaya ekstra untuk terus meningkatkan PNBP dan memperbaiki sistem yang ada.
Kinerja PNBP hingga akhir Maret 2025 menunjukkan penurunan sebesar 26,03% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, dengan realisasi sebesar Rp 115,9 triliun, atau 22,6% dari target APBN 2025. Penurunan ini terutama disebabkan oleh anjloknya realisasi PNBP dari KND sebesar 74,6% pada kuartal I 2025, menjadi hanya Rp 10,88 triliun dibandingkan Rp 42,89 triliun pada periode yang sama tahun 2024. Hal ini disebabkan pengalihan setoran dividen BUMN ke BPI Danantara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025.
Pada Januari 2025, Kemenkeu hanya menerima setoran dividen interim dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) untuk tahun buku 2024. Sementara itu, pada kuartal I 2024, Kemenkeu menerima setoran dividen yang signifikan dari berbagai BUMN, terutama sektor perbankan, dengan setoran dividen pada Maret 2024 mencapai Rp 36,1 triliun.